Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pengalaman Masuk Asrama Pelajar Stovia di Museum Kebangkitan Nasional

KOMPAS.com - Jelang Hari Kebangkitan Nasional yang diperingati setiap tanggal 20 Mei, mempelajari sejarah di Museum Kebangkitan Nasional jadi salah satu kegiatan yang bisa dicoba.

Museum ini beralamat di Jalan Abdul Rachman Saleh Nomor 26, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat.

  • Museum Kebangkitan Nasional Jakarta: Jam Buka dan Harga Tiket Masuk
  • 5 Aktivitas di Museum Kebangkitan Nasional, Masuk ke Asrama pelajar STOVIA

Dari Stasiun Gondangdia, Kompas.com bertolak menuju kawasan Senen dengan menumpangi ojek online (daring).

Gedung Museum Kebangkitan Nasional terletak di antara deretan gedung militer, tepatnya di sebelah kiri jalan jika datang dari arah Kwitang.

Usai menempuh perjalanan kurang lebih 10 menit, Kompas.com tiba tepat di depan gedung putih bergaya kuno.

"Biasanya banyak yang bingung dimana pintu gerbang museum karena kita ada di kawasan militer dan tepat di tepi jalan raya," tutur Educator Museum Kebangkitan Nasional, Titis Kuncoro Wati kepada Kompas.com, Jumat (12/5/2023).

Sesampainya di pintu masuk, Kompas.com diminta untuk mengisi data diri di buku tamu terlebih dahulu, setelah itu langsung diajak berkeliling oleh Titis.

Ruang pameran di Museum Kebangkitan Nasional dibagi menjadi dua kawasan yaitu kawasan khusus sejarah Stovia dan kawasan khusus sejarah kebangkitan nasional.

Pertama-tama, Kompas.com diajak menyusuri kawasan khusus sejarah Stovia atau sekolah kedokteran pertama di Indonesia, salah satunya dari bekas ruang kelas yang kini digunakan sebagai ruangan pameran.

Menurut informasi dari Titis, semua pajangan di ruangan pameran merupakan replika dari zaman dahulu.

Dari semua pajangan di ruang pameran, ada dua alat medis zaman dahulu yang menarik perhatian Kompas.com yakni replika alat pemecah kepala dan replika alat pernapasan buatan.

Untuk replika alat pemecah kepala, bentuknya hampir serupa dengan mesin jahit berukuran besar. Alat ini dilengkapi bagian berbentuk roda dan cetakan lingkaran di bagian tengah yang diperkirakan sebagai titik diletakkannya kepala manusia.

Selain memajang replika barang barang yang berhubungan dengan Stovia, di setiap ruangan juga memuat informasi lengkap mengenai setiap tema ruangan.

Mulai dari informasi sejarah dibentuknya Sekolah Dokter Djawa, dibangunnya Stovia, informasi seputar lulusan Stovia, hingga ruangan tempat dibentuknya organisasi Budi Oetomo.

Di sepanjang selasar bekas ruang kelas, terdapat kursi yang bisa diduduki oleh pengunjung jika lelah berkeliling.

Ada juga sebuah lonceng berukuran besar yang digantung di dekat bekas ruang kelas. Lonceng tersebut difungsikan layaknya sebuah bel untuk mengumpulkan siswa pada zamannya.

Setelah melihat bekas ruang kelas, Kompas.com beranjak ke ruangan bekas asrama pelajar Stovia. Asrama ini berbentuk layaknya barak militer dengan deretan dipan, lemari, dan koper yang bentuknya seragam.

Titis mengatakan, jumlah siswa yang tidur di asrama ini menyesuaikan dengan jumlah siswa yang masuk Stovia setiap tahunnya.

Di selasar sebelah kiri dari gerbang masuk, terdapat ruangan-ruangan berisi replika yang menjelaskan secara visual mulai dari sejarah VOC hingga munculnya kebangkitan nasional.

Setiap periode sejarah dipamerkan sesuai dengan urutan waktunya. Mulai dari datangnya VOC untuk mengambil rempah-rempah Indonesia, munculnya politik etis, dan munculnya tokoh pendidikan untuk melawan penjajah.

Di ruangan pameran pendidikan, terdapat patung-patung, salah satunya Pahlawan Nasional Indonesia R.A. Kartini yang sedang mengajar tulis dan baca kepada masyarakat.

Lanjut ke ruangan di sebelah pameran pendidikan, terdapat replika kelas para pelajar Stovia saat menempuh pendidikan. Kelas ini terlihat lengkap dengan beberapa patung siswa yang seolah berinteraksi dengan seorang guru di depan kelas.

  • 5 Ide Spot Foto di Museum Kebangkitan Nasional, Ada Ruang Pameran
  • Panduan lengkap ke Museum Kebangkitan Nasional

Dari replika ruang kelas, Kompas.com berlanjut ke ruang pameran yang menjelaskan mengenai Dokter Wahidin Soedirohoesodo, dokter sekaligus pemimpin redaksi sebuah media cetak pada zaman pemerintahan Hindia Belanda.

Peran Dokter Wahidin dalam keberlangsungan pendidikan dokter dan kesehatan masyarakat pada saat itu sangatlah besar.

"Dokter Wahidin itu sangat terkenal pada zamannya, karena dia melakukan penggalangan dana ke daerah-daerah untuk membiayai pendidikan calon dokter di Stovia," kata Titis.

Salah satu tokoh nasional yang juga menjadi penerima beasiswa hasil penggalangan dana Dokter Wahidin ialah Ki Hajar Dewantara, Menteri Pendidikan Indonesia yang pertama.

Ruangan selanjutnya adalah ruangan yang membahas sejarah terbentuknya organisasi Budi Oetomo. Ruangan tersebut bersebelahan dengan pameran organisasi yang muncul setelah organisasi Budi Oetomo terbentuk.

Selesai menjelajahi ruangan tersebut, Kompas.com beristirahat sejenak di depan ruangan pameran sembari mengamati beberapa pengunjung yang berkeliling.

Sembari beristirahat, Titis menuturkan bahwa pengunjung Museum Kebangkitan Nasional termasuk sepi pasca-pandemi Covid-19.

  • Mengulik Sejarah Stovia, Sekolah Dokter Pertama di Indonesia
  • Tapak Tilas Gedung Stovia, Saksi Dibentuknya Organisasi Budi Oetomo

Namun, kabar baiknya, Titis menyampaikan bahwa kalangan anak muda mulai melirik museum sebagai pilihan wisata. Alasannya karena suasana museum yang tidak terlalu ramai, serta harga tiket masuk museum yang tidak terlalu mahal jika dibanding masuk ke tempat wisata lainnya.

Menurut Kompas.com, harga tiket masuk Museum Kebangkitan Nasional, yang mulai Rp 500 hingga Rp 2.000, cukup terjangkau untuk semua kalangan.

Selain menambah ilmu seputar sejarah, pengunjung bisa berfoto dengan suasana gedung gaya Hindia Belanda di sini.

Bagaimana, apa kamu tertarik berkunjung ke Museum Kebangkitan Nasional?

https://travel.kompas.com/read/2023/05/16/184319927/pengalaman-masuk-asrama-pelajar-stovia-di-museum-kebangkitan-nasional

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke