Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkelana ke Negeri-negeri Stan (17)

Kompas.com - 28/03/2008, 08:14 WIB

                                                                                                                                                                                [Tayang:  Senin - Jumat]

Padang Gembala

Semalam di Alichur, tidur di dalam stolovaya, di atas lantai dingin dan dibungkus selimut tebal yang kotor, mungkin bukan idaman semua petualang. Supir-supir truk yang tidak saya kenal dan saya ingat wajahnya, kecuali satu dua orang saja, tidur berjajar seperti ikan yang digelar di pasar. Dalam kegelapan total, suara dengkuran sahut menyahut, seakan bersaing dengan lolongan anjing-anjing gembala di luar sana. Tak bisa tidur, saya membuka mata. Yang terlihat hanya hitam.

Tiba-tiba sebuah tangan merangkul saya. Di warung yang sempit ini memang tidak banyak tempat. Saya berbagi tikar dan selimut dengan Dudkhoda, pria Tajik yang menjadi teman bicara saya. Tak tahu apa artinya pelukan ini. Mungkin dia sudah pulas. Tapi, tidak terdengar dengkuran dari mulutnya. Ada hembusan napas yang lebih cepat dari biasanya.

Saya diam saja.

Tiba-tiba telapak tangan asing itu meraba-raba tubuh saya. Aduh, apa lagi ini? Bau vodka tercium kuat. Dudkhoda tidak sedang tidur lelap. Sepertinya ia butuh sesuatu untuk pelampiasan hasratnya. Suara dengkuran supir-supir Kirghiz masih bersahutan tanpa henti, seperti konser orkestra. Perjuangan Dudkhoda pun tidak pernah berhenti. Berkali-kali saya mengembalikan tangan itu ke tempat yang seharusnya. Berkali-kali pula tangan itu mendarat lagi di atas tubuh saya.

Malam itu terasa panjang bagi saya, tapi akhirnya berlalu juga. Saya, yang kecapekan karena perjalanan panjang dari Langar dan seteguk vodka yang merampas kesadaran, akhirnya tertidur pulas dan tak tahu lagi ke mana tangan nakal Dudkhoda mengembara.

Kabut tipis masih menyelimuti Alichur ketika matahari menampakkan dirinya. Langit yang biru kelam berhamoni indah dengan barisan gunung dan padang rumput yang menghampar. Rumah-rumah yang bentuknya seragam, kotak-kotak serderhana, satu demi satu mengepulkan asap melalui cerobong-cerobong panjang. Anjing-anjing berukuran besar berkeliaran, melolong, dan berlari-lari dengan ganas.

Kota ini adalah kota orang Kirghiz, bangsa penggembala. Rumah-rumah bertebaran acak di atas padang gembala, mengisi setiap petak yang bisa diisi. Bertebaran tak beraturan bak bintang di langit. Bangsa penggembala yang hidup di alam luas sejak ribuan tahun memang tidak perlu tahu terlalu banyak tentang aturan tata kota. Sejauh mata memandang, hanya ada padang dan gunung-gunung tak bertuan. Luas tak berbatas. Apa gunanya tata kota di sini?

Padang ini, yang mulai mengering di bulan Oktober, pastilah hamparan permadani hijau yang sangat indah yang menyelimuti bumi. Padang inilah yang menarik kaum penggembala dan ternak-ternak mereka di musim panas. Orang Kirghiz, salah satu bangsa nomaden di Asia Tengah, tersebar di Tajikistan, Afghanistan, Kazakhstan, China, dan tentu saja negaranya sendiri Kyrgyzstan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com