Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkelana ke Negeri-negeri Stan (39)

Kompas.com - 29/04/2008, 07:43 WIB

                                                                                                                                                                            [Tayang:  Senin - Jumat]

Boratstan

Borat Sagdiev dari Kazakhstan, siapa yang tak kenal? Ikon Kazakhstan yang melekat di benak semua orang yang sebelumnya belum pernah mendengar nama negara ini adalah Borat, figur pria dari negara terbelakang yang penuh kekonyolan dan kebodohan. 

Film berjudul super panjang, Borat: Cultural Learnings of America for Make Benefit Glorious Nation of Kazakhstan, sempat menjadi box office dunia dan bahkan meraih berbagai penghargaan internasional, membuka mata banyak orang bahwa ada sebuah negara bernama Kazakhstan. Kampung Borat adalah sebuah negeri di mana orang Yahudi ditimpuki, perempuan diperlakukan lebih rendah daripada kuda, prostitusi adalah kebanggaan, air seni kuda dijadikan minuman, dan sempat diperkosa gay. Tetapi apakah Kazakhstan sedemikian bodoh dan terbelakang seperti yang digambarkan Borat?

Kalau Anda berjalan-jalan di Almaty, Anda pasti akan melupakan Borat. Gadis-gadis muda Rusia berambut pirang dengan pakaian berbulu kualitas impor melintas dengan anggun. Gedung-gedung baru bermunculan di sana-sini. Bus modern dan trem listrik mungil berhias warna-warni lalu lalang di sepanjang jalan yang sibuk. Almaty, mantan ibu kota Kazakhstan, sedang menapaki jalan menuju kota kosmopolitan kelas dunia.

Di sini tinggal berbagai bangsa. Orang Kazakh kira-kira hanya separuh populasi. Sisanya adalah orang Rusia. Jumlah mereka hampir sama banyaknya dengan orang Kazakh. Juga ada orang Jerman, Ukraina, Korea, Dungan, Uzbek, Kirghiz, Tajik, Uyghur, China, dan lain-lain. Bahasa yang berlaku di sini adalah bahasa Rusia. Bahasa Kazakh, walaupun masih bertebaran di slogan-slogan milik pemerintah, hampir sama sekali tidak terdengar mengisi udara Almaty. Sesama orang Kazakh pun saling menggunakan Bahasa Rusia. Di metropolis ini bahasa nasional malah menjadi bahasa kelas dua.

Pasha, kawan saya yang etnis Korea, memperkenalkan saya dengan temannya lagi yang bernama Kolya, seorang musikus, 24 tahun. Di mata saya, wajah Kolya sangat eksotis. Matanya hanya segaris panjang, agak miring ke atas. Sepasang mata itu mengingatkan saya pada gambar Genghis Khan sang Raja Mongol. Tetapi Genghis Khan versi modern ini berpakaian modis ala Barat dan berpotongan rambut ala artis Korea.

Kampung halaman Kolya memang tidak jauh dari negerinya Genghis Khan. Namanya Republik Yakut, sudah masuk daerah Siberia sana. Kolya termasuk etnis Chukcha, bangsa Eskimo di Asia.

Di sini siapa yang tak kenal Chukcha? Seperti sekarang dunia mengenal Borat dan Kazakhstan, semua orang di bekas Uni Soviet sangat kenal dengan Chukcha. Suku nomad dari timur jauh ini selalu menjadi ikon kebodohan dan keterbelakangan, tak pernah lepas dari segala macam olok-olok Rusia. Suku ini digambarkan sebagai orang dari pedalaman yang sudah bodoh, keras kepala pula. Dalam percakapan sehari-hari, kata chukcha mengandung makna konotatif yang sangat menghina.

Kolya mengakui bahwa sering orang-orang menjauhi dirinya hanya karena dia Chukcha. Tetapi terserah orang mau bilang apa, Kolya tak peduli. Stereotipe tentang suku-suku terbelakang ada di mana-mana. Kekeraskepalaan orang Chukcha dikisahkan Kolya melalui lelucon ini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com