Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkelana ke Negeri-negeri Stan (48)

Kompas.com - 12/05/2008, 07:27 WIB

[Tayang:  Senin - Jumat]

 

Do Svedania, Kazakhstan

Perbatasan antara Kazakhstan dan Uzbekistan terletak beberapa puluh kilometer di selatan Shymkent. Perjalanan dengan marshrutka - semacam angkot - dari Shymkent ke Zhibek Zholi merupakan pemandangan terakhir Kazakhstan yang nampak di mata saya. Hamparan salju putih membungkus bukit-bukit sejauh mata memandang.

Saya kembali menghitung sisa Tenge yang masih bertahan dalam dompet saya. Tak banyak. Hanya beberapa keping uang receh seratusan. Seorang penumpang, nenek Rusia dengan wajah yang selalu cemberut, langsung menyumpahi supir yang seenaknya saja menaikkan harga secara mendadak karena sudah dekat tahun baru. Uang Tenge saya langsung hanya tersisa satu keping setelah membayar karcis.

Desa perbatasan, Zhibek Zholi, yang artinya Jalan Sutra, sangat sibuk. Bus-bus besar berdatangan dari penjuru. Wanita-wanita gemuk berkerudung bertebaran di sana sini, menggeret-geret dan memaksa orang untuk tukar uang. Pria-pria juga tak kalah sibuknya, membawa berkantong-kantong barang bawaan, ke arah Uzbekistan.

Dari Tenge ke Sum, seketika saya merasa kaya. Uang logam 100 Tenge, satu-satunya yang tersisa di kantong, langsung berubah jadi selembar uang 1.000 Sum. Beberapa tahun belakangan ini, uang Uzbekistan terus anjlok. Sekarang kursnya 1.250 Sum per Dolar Amerika. Uang kertas seribuan Sum, yang nilainya tidak sampai 1 dolar dan hanya senilai uang receh di Kazakhstan, adalah pecahan mata uang terbesar di Uzbekistan.

            "Ayo..., ikut saya, saya akan membawa kamu ke perbatasan," tiba-tiba sepasang tangan gemuk seorang wanita tua menggeret saya dengan penuh semangat perjuangan.
            "Tidak perlu. Saya cuma ingin menukar Sum. Saya bisa menyeberang perbatasan sendiri," saya menolak.
            "Ayo! Ayo!" nenek ini semangatnya tak kalah dengan atlet aerobik. Dalam hitungan milidetik, datang tiga atau empat nenek-nenek lainnya bergabung.
            "Ayo! Ayo! Nanti menyeberang perbatasannya gampang," kata yang satu.
            "Tidak bakal ada masalah kalau kamu pergi bersama kita," kata yang lain.
            "Ayo! Nggak usah kuatir. Cuma kasih saya bir Tenge, satu Tenge," kata yang terakhir, tidak kalah gendutnya.

Semuanya bicara bahasa Rusia, meluncur dari mulut yang separuh ompong separuh bergigi emas mengkilap. Semuanya penuh semangat perjuangan pantang mundur. Memang kedengarannya menarik. Satu Tenge saja? 75 Rupiah? Tetapi buat apa? Saya punya semua dokumen lengkap, dan tidak ada alasan untuk harus dibantu untuk menyeberang.

            "Ayo! Ayo!”

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com