Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkelana ke Negeri-negeri Stan (49)

Kompas.com - 13/05/2008, 07:51 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]

 

Kontras

Sebuah dunia lain menyambut saya, persis selepas saya melintasi perbatasan Kazakhstan-Uzbekistan. Kazakhstan yang dingin dan berlapis salju seakan menjadi masa lalu. Malam-malam yang dingin di atas bangku terminal, diobrak-abrik polisi stasiun, plus mie instan yang menjadi makanan pokok saya, sudah boleh dilupakan. Zhibek Zholi yang licin dengan nenek-nenek yang ganas, adalah kenangan terakhir dari Kazakhstan.

Uzbekistan menghampar. Rumput-rumput hijau kering mengisi kanan kiri jalan. Entah sudah berapa lama saya tidak melihat rumput. Di Kazakhstan, semuanya tertutup salju. Bahkan di Zhibek Zholi yang cuma lima puluh meter di belakang perbatasan, es masih melapisi semua permukaan. Bayangkan, hanya melewati garis batas negara, dunia pun berubah.

Ramai sekali. Mobil-mobil berjajar di pinggir jalan, mencari penumpang menuju Tashkent. Ibu-ibu penukar mata uang Uzbek sama gemuknya dengan di Kazakhstan sana, cuma punya hidung yang lebih mancung dan mata lebih lebar. Yang paling berbeda, senyum dan tawa menghiasi wajah-wajah tua itu.

Kalau di Kazakhstan sana orang sering marah-marah kalau difoto, di Uzbekistan sini, ibu-ibu pencari nafkah di sekitar perbatasan malah berpose manja di depan kamera saya tanpa diminta. Habis dipotret, mereka mengingatkan saya, "Cepat, masukkan kameramu, nanti kalau kelihatan polisi kamu kena shtraf, kena denda." Sungguh berbeda dengan penjual sayuran di pasar Almaty sana yang sering meneriaki saya, "Hai, ngapain foto-foto?!!!"

Dari perbatasan ke pusat kota Tashkent tidak jauh. Seperti halnya Bishkek di Kyrgyzstan dan Ashgabat di Turkmenistan, ibu kota Uzbekistan juga dekat dengan garis perbatasan. Ibu kota lama Kazakhstan, Almaty, juga berada di pinggir garis perbatasan, yang kemudian dipindah ke Astana yang jauh di pedalaman padang rumput.

Ada barisan taksi yang sudah tidak sabar menghisap mangsa. Tetapi ibu-ibu penukar uang dan joki taksi itu malah membisiki saya, naik marshrutka – angkot – saja, hanya 200 Sum sampai ke terminal metro Yunusobod.

Seorang wanita, kelihatannya berumur 35 tahun walaupun sebenarnya masih 25 tahun, terlihat berjalan di trotoar di sekitar Yunusobod. Saya semula hanya ingin menanyakan jalan menuju ke metro, tetapi malah menjadi tumpahan perasaannya.

"Kamu bisa bawa saya ke negara kamu? ... Kamu dari Indonesia, kan? Kamu bisa bantu carikan pekerjaan buat saya di Hotel Tata? Saya tahu Hotel Tata, itu hotel bintang lima yang punyanya orang Indonesia, kan? Saya dulu pernah ke sana. Saya mau kerja, tapi mereka tidak mau saya...."

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com