Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa yang Menarik di Batam? (2)

Kompas.com - 23/05/2008, 06:59 WIB

“Dimana tempat wisata terkenal di Batam ini?” Petugas resepsionis di sebuah hotel di Batam bingung menjawab pertanyaan ini. Kalau Anda ke Batam, mungkin akan kesulitan mencari brosur tempat wisata mana yang baik buat city tour. Kota kepulauan yang bertetangga dengan Singapura ini memang belum giat mengekspos potensi wisatanya. Ikuti perjalanan  Wartawan Kompas Pepih Nugraha menelusuri Batam dalam enam seri tulisannya.
___________________________


"Enam Bersaudara" Jembatan Barelang

Bicara soal jembatan, sebuah "ikon" Kota Batam yang ditawarkan John, sopir yang mengantar saya menelusuri jalan lurus menuju Pulau Galang, saya teringat Golden Gate Bridge di Teluk San Francisco, Amerika Serikat, yang menghubungkan San Francisco dengan California. Seperti itukah Jembatan Barelang?

Dari kejauhan, saya belum melihat Jembatan Barelang. Tetapi dua pucuknya di kiri dan kanan menjulang ke langit membentuk kerucut, terlihat samara dari kejauhan. Pucuk kerucut sampai ke jalan raya mencapai 200 meter. Alangkah tingginya pucuk itu, gumam saya. Melihat pucuk yang menjadi titik tumpu kekuatan itu, saya juga teringat “ikon” baru Kota Bandung berupa jembatan layang di atas Pasteur.

            “Itulah jembatan pertama dari enam Jembatan Barelang, Pak,” kata John dengan pandangan tertuju ke depan.
            “Apakah lima jembatan lainnya juga menjulang setinggi itu?”
            John menjawab, “Tidak, hanya jambatan inilah yang terbagus. Lainnya biasa saja.”

Hemh, boleh juga Kota Batam ini, pikir saya. Tapi persoalan yang saya baca dari hari ke hari, adalah wajah industri Batam yang semakin muram. Banyak investor yang semula terkonsentrasi di Kawasan Industri Batamindo Muka Kuning, hengkang ke negara tetangga seperti Malaysia dan Vietnam. Alasan investor, karena adanya dualisme aturan yang membingungkan dunia usaha; aturan Pemerintah Kota Batam dan aturan Otorita Batam. Kerap karena ingin saling unjuk pengaruh, masing-masing aturan saling berbenturan, bukan malah saling melengkapi dan mendukung.

Pemerintah pusat bukannya tidak mengetahui persoalan ini. Pernah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyapa dan mengundang kembali para pengusaha agar menanamkan modalnya di Batam, bukannya di negara tetangga. Tetapi dalam dunia bisnis, imbauan penguasa atau raja sekalipun belumlah cukup. Para pengusaha tidak butuh cumbu rayu atau pemanis kata-kata penguasa. Yang mereka butuhkan adalah aturan yang tegas, aturan yang tidak membingungkan, aturan yang tidak mendua.

Mereka, para pengusaha itu, tidak keberatan dengan membayar pajak, asalkan pajak yang jelas, bukan “pajak siluman” yang harus menjadi beban pengusaha, mulai “pajak siluman” dari oknum aparat keamanan, oknum legislatif dan eksekutif, bahkan “uang keamanan” untuk sejumlah organisasi massa. Kalau para pengusaha sudah pada lari ke luar negeri, akibatnya sangat mengerikan.

Selain akan dipenuhi para pengangguran, Batam hanya akan menjadi rongsokan pabrik yang kosong di Muka Kuning. Akibatnya, tidak ada lagi pemasukan bagi kas daerah yang kelak mungkin hanya mengandalkan sektor wisata yang tidak seberapa nilainya karena tidak pernah digarap serius. Contohnya ya enam Jembatan Barelang ini.

Jembatan ini dibiarkan terentang apa adanya, sekadar pelepas penat warga Batam yang ingin menghirup udara segar di atasnya sambil memandang laut dan pulau-pulau kecil di bawahnya. Barelang yang dirancang sebagai kawasan industri terbesar negeri ini, hanya tinggal rencana di atas kertas. Ini kenyataan yang tak terbantahkan, paling tidak sampai saat ini.

Sinyal GSM yang memungkinkan ponsel internet bisa beroperasi sudah mulai putus. Tetapi beruntung tadi saya sempat membaca bahwa adanya Jembatan Barelang berkat jasa dan ide Pak Habibie. Beliau adalah mantan Presiden RI yang hanya menjabat 2,5 tahun sebelum digantikan Abdurrahman Wahid. Tetapi orang lebih mengenang Habibie sebagai “jagoan teknologi”, teknokrat ulung yang mengembangkan pabrik pesawat IPTN di Bandung, meski kemudian pabrik pesawat terbang yang berganti nama menjadi PT Dirgantara Indonesia (DI) itu kini merana.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com