Berhadapan dengan Madrasah Ulughbek, gedung kuno berarsitektur Persia ini sekarang sudah berubah fungsi menjadi toko-toko kerajinan tangan. Seorang ibu Tajik, yang gembira sekali berjumpa dengan saya yang dari Indonesia, menghadiahkan saya sebuah kemeja tradisional Bukhara. Tipis nyaris transparan, berhias sulaman-sulaman benang merah yang cantik.
"Ikut saya," ajak ibu bertubuh subur dan bergigi emas itu, "saya ada kejutan buat kamu."
Saya dibawa ke sebuah ruangan gelap. Ruangan ini berdinding putih, di ujung sana ada mihrab. Di sebelah kiri kanan mihrab, seperti biasanya model arsitektur masjid di sini, ada ornamen berupa lekuk-lekuk di dinding.
Tampaknya tak ada yang istimewa. Sampai si ibu Tajik ini mengarahkan lampu senternya ke arah sudut dinding itu. Ajaib, dalam kegelapan yang disinari pancaran lampu senter, lekuk-lekuk tadi berubah wujud.
Sebuah wajah seram tergambar di sudut tembok itu. Pria berjenggot lebat dan bersorban, seakan terkekeh melihat keterkejutan saya.
Karena Islam melarang penggambaran wujud hewan dan manusia, sang guru yang ingin dirinya tetap dikenang, menyembunyikan potretnya dalam lekuk-lekuk di sudut tembok, sebuah teknik khusus yang hanya bisa dilihat dengan cara yang khusus pula.
Sebuah wajah penuh misteri tersembunyi dalam heningnya kehidupan religius di Uzbekistan.
(Bersambung)