_____________________________________________
Saksi Bisu Tiga Buah Perahu
Seperti yang saya ceritakan terdahulu, hanya satu jembatan yang paling fenomenal, baik dari struktur bangunan, panjang, maupun keindahannya. Kini saya sudah meninggalkan “Batam Coret”, yang dapat saya lihat di rambu-rambu sebelum menuju pulau berikutnya, Pulau Tonton. Dari kaca spion mobil, saya melihat bayangan Jembatan Barelang berdiri indah dan megah dengan jalan di tengahnya yang tidak rata dan seperti terangkat tali-tali kawat baja.
Semakin menjauh, semakin jarang mobil yang melintas. Kalaupun ada yang melintas, saya masih bisa menikmati merek dan jenis-jenis mobil yang aneh-aneh, yang tidak beredar di
Bagi peminat otomotif, yang mencolok saat kita keluar dari Bandara Internasional Hang Nadim, saat mencari taksipun sudah dihadapkan pada berbagai jenis dan merek kendaraan yang digunakan. Taksi yang saya tumpangi, misalnya, adalah
Meski terlihat sudah agak out of date, tetap saja berbagai jenis mobil itu terkesan mewah buat saya. Bayangkan, Toyota Harrier, Celica dan RAV4, Nissan Terano, Mitsubishi Pajero built up, yang hanya ada dalam angan-angan saya itu, berseliweran di jalanan Batam. Semua mobil itu didatangkan dari Singapura dengan bea masuk yang nyaris nol persen, sehingga jatuhnya pun menjadi murah sesampainya di Batam. Di Singapura, mobil-mobil itu baru dipakai paling tidak 4-5 tahun, setelah itu “dibuang” ke Batam.
Itu berarti, mobil-mobil itu masih “gres” saat tiba di Batam. Jalanan yang mulus dan jarak tempuh yang terbatas, pastilah membuat kondisi mobil tidak cepat rusak. Tetapi, jangan harap mobil di Batam bisa keluar dari Batam yang dikenal sebagai kawasan berikat itu. Ah, itu teori. Buktinya saat saya bertugas di Aceh beberapa pekan setelah tsunami, banyak mobil-mobil eks-Singapura yang berhasil dikeluarkan dari Batam. Apa yang tidak mungkin di negeri ini, Bung!
Jembatan Tonton-Nipah, Nipah-Setoko, dan Setoko-Rempang sudah saya lalui. Kalau seluruh enam jembatan itu dibentangkan, panjangnya bisa mencapai dua kilometer. Pada sebuah ruas, John membelokkan mobilnya ke arah kiri.
“Kita memasuki bekas kamp pengungsi