Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa yang Menarik di Batam? (3)

Kompas.com - 24/05/2008, 08:00 WIB

Saya membaca aliena kedua plakat itu:

“Setelah peninggalan mereka dari Pulau Galang tahun 1995, perahu ini oleh Otorita Batam diangkat ke daratan kemudian diperbaiki dan dipamerkan untuk publik sebagai obyek yang bernilai sejarah.”

Saya sangat setuju kalau tiga perahu itu bernilai sejarah. Saya tidak akan menyangkalnya. Tahun 1995. Artinya baru 13 tahun yang lalu terjadi prahara kemanusiaan yang menimpa pengungsi Vietnam di Pulau Galang. Setelah merapat di Pulau Galang tahun 1979, setelah terapung-apung berbulan-bulan dan bahkan ada yang sampai terapung setengah tahun, mereka sampai di pulau ini dan mendapat perlindungan badan PBB untuk urusan pengungsi atau UNHCR. Dari 1979 ke 1995, itu artinya perjalanan waktu selama 16 tahun. Saya mulai menghitung-hitung…

Kala itu gadis Nguyen dalam novel dan hidup dalam fantasi saya itu berusia 17 tahun, gadis yang tengah mekar-mekarnya. Artinya, ia meninggalkan Pulau Galang saat usianya menginjak 33 tahun, usia yang menjadi ukuran puncak kedewasaan seorang perempuan, saat gurat-gurat kecantikan belum begitu banyak beranjak tergerus usia. Saya mau bilang, Nguyen pasti masih tetap cantik diusianya yang ke-33 saat ia dengan perasaan berat harus meninggalkan Pulau Galang, meninggalkan cintanya yang kandas.  Nguyen, Nguyen…. dimana kamu sekarang?

Enam belas tahun. Tentu bukan waktu singkat. Saya bayangkan, di kamp pengungsian itu pasti ada bayi usia bulanan yang selamat saat pertama kali mereka. Maka ketika ia harus meninggalkan Pulau Galang, pastilah bayi itu sudah beranjak remaja, sama seperti saat Nguyen tiba. Kalau ada pengungsi Vietnam sudah berusia tua saat tiba di Pulau galang, pastilah ia juga meninggal dan ditanam di Pulau Galang. Maka kuburan pengungsi Vietnam akan menjadi fokus tulisan saya tersendiri, demikian pikir saya saat itu. Tetapi sekarang saya membaca alinea ketiga plakat itu:

“Perahu inilah yang dipakai para pengungsi mengarungi lautan Cina Selatan selama berbulan-bulan dan sejauh ribuan kilometer  menuju berbagai belahan dunia  dengan harapan dapat perlincungan dari negara lain, di antaranya sampai ke Pulau Galang ini dan sebagian dari mereka gagal mencapai daratan dan gugur di tengah lautan karena perahunya tenggelam”.

Saya memandang dan bahkan memegang satu perahu yang bagian lambung kirinya sudah hancur akibat kuasa bakteri. Satu perahu lagi, di ujung kiri-kanan haluannya, tertulis TG 1050 TS. Saya memuaskan diri berlama-lama di depan tiga perahu yang menjadi “saksi hidup” hidup-mati para pengungsi Vietnam, termasuk Nguyen di dalamnya.

Setelah puas, saya bergegas menuju segerumbul tanaman teduh, tempat kuburan para pengungsi Vietnam yang meninggal di Pulau Galang. Saya akan menuliskan tentang kuburan bisu tetapi “bercerita banyak” ini dalam tulisan perjalanan berikutnya…

(bersambung)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com