Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkelana ke Negeri-negeri Stan (58)

Kompas.com - 26/05/2008, 08:12 WIB

Mana yang Tajik? Mana yang Uzbek? Apakah dasar pembedanya? Cukupkah bahasa menjadi unsur penentu kesukuan? Orang Yahudi di Bukhara cuma bisa berbahasa Tajik, apakah mereka otomatis orang Tajik? Orang Tajik di Bukhara dan Samarkand belajar hanya bahasa Uzbek di sekolah, apakah otomatis menjadi Uzbek?

            "Semuanya itu masalah baru," kata Khusniddin, "problem-problem identitas artifisial yang muncul dari perekaan sejarah, etnografi, dan politik. Kamu ingat raja besar Babur dari Andijan? Sang raja itu, seperti kamu, juga suka bertualang. Beliau menyusuri Asia Tengah, menaklukkan gunung-gunung Afghanistan, membangun istananya di Kabul, dan membawa Islam sampai ke India. Beliau juga punya catatan perjalanan, namanya Baburnoma. Dalam catatan Babur, sang raja besar, sama sekali tidak ditulis berapa orang Uzbek, berapa orang Tajik. Beliau hanya menulis, kota A, sekian jiwa penutur bahasa Turki, sekian jiwa penutur bahasa Persia. Bahasa, Turki dan Persia, cuma itu identitas yang ada di Asia Tengah pada zaman itu!"

Bahasa Tajiknya orang Bukhara sangat berbeda dengan di Tajikistan. Kebetulan dengan latar belakang bahasa Persia saya, dan sedikit-sedikit bahasa Uzbek, saya cepat akrab dengan dialek Bukhara.

Dialek ini adalah bahasa Persia yang sangat kental unsur bahasa Turki-nya. "Shumo nagz mi?" demikian orang Bukhara bersalam. Artinya, apakah Anda baik-baik saja. Akhiran 'mi', seperti partikel tanya 'kah' dalam bahasa Indonesia, adalah partikel bahasa Uzbek yang ditambahkan begitu saja ke kalimat bahasa Tajik. Aturan gramatika bahasa Uzbek diadopsi begitu saja. Kosa kata bahasa Uzbek diterjemahkan mentah-mentah untuk memperkaya kosa kata Tajik Bukhara, membuat dialek ini semakin jauh berbeda dari bahasa Persia mainstream di Iran, Afghanistan, dan Tajikistan.

Menariknya, bahasa Uzbek sendiri adalah bahasa Turki yang sekitar 60 persen kosakatanya berasal dari bahasa Persia atau Tajik.

            "Kami orang Bukhara," kata Suhrat pedagang permadani, "adalah orang Tajik. Bukan Uzbekistan, bukan Tajikistan. Hanya Tajik, hanya Bukhara, pusat peradaban Islam dan Persia."

Baginya yang hanya rakyat jelata di kota kuno ini, debat-debat kesukuan ini sama sekali tak berarti. Yang paling penting, Bukhara adalah tetap Bukhara, sekarang dan selamanya.

(Bersambung)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com