Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkelana ke Negeri-negeri Stan (60)

Kompas.com - 28/05/2008, 08:24 WIB

Ratusan tahun lalu, kota ini pastilah salah satu tempat paling modern di dunia. Ribuan santri dan ilmuwan datang ke sini, menemukan keagungan Tuhan dan kunci rahasia alam. Pujangga dan seniman menumpahkan ribuan bait-bait penuh puja dan puji, setelah dihujani ilham yang terus mengalir tanpa henti.

Di antara sedemikian banyak tempat di dunia, saya merasa sangat beruntung bisa sedemikian dekat dengan Registan. Masjid dan madrasah kuno ini sekarang menjadi museum dan tempat berjualan cindera mata. Kebetulan saya kenal beberapa pedagang permadani di Masjid Tilla-Kari sehingga saya bisa keluar masuk dengan bebas setiap hari, tanpa perlu membayar karcis.

Nozim, bocah Tajik berusia 20 tahun, membantu pamannya menawarkan barang-barang kerajinan, yang dibeli dari para seniman Uzbek di desa-desa sekitar Samarkand. Sebagai kota kuno, pusat peradaban, pusat kota Samarkand memang dihuni oleh orang-orang Tajik yang berbahasa Persia. Orang Uzbek menghuni dusun-dusun di sekitar Samarkand. Hal ini yang menjadi kekecewaan Tajikistan, yang menganggap jantung peradabannya telah 'dicaplok' oleh Uzbekistan.

            Seperti orang Bukhara yang bangga dengan identitas ke-Tajik-annya, Nozim berkata, "Samarkand adalah Samarkand. Bukan Uzbekistan, bukan Tajikistan!"

Sudah beberapa hari ini saya menginap di rumah Nozim. Sebagai gantinya, setiap hari saya juga ke Registan membantunya berjualan barang kerajinan. Kalau Nozim mendapat 10 persen untuk setiap barang yang berhasil dijualnya, saya di sini hanya jadi sukarelawan saja.

Musim dingin begini jumlah turis yang datang sedikit sekali. Orang asing yang datang hanya satu dua, kebanyakan backpacker miskin (termasuk saya) yang jarang sekali menghabiskan duit untuk belanja suvenir. Yang paling banyak adalah rombongan murid-murid sekolah berdarmawisata. Juga ada turis-turis necis dan trendy dari Tashkent, terlihat jelas dari cara berpakaian mereka yang sangat modis dan hanya mau bercakap-cakap dalam bahasa Rusia. Tidak sedikit pula rombongan turis Uzbek dari desa, dengan mode pakaian plus tingkah laku yang benar-benar ndesani.

Setiap kali ada rombongan yang datang, saya langsung unjuk kebolehan sebagai penjaja barang, yang sayangnya masih dalam level gagal total.

            "Marhamat. Marhamat. Savdo keling!" Artinya kira-kira, "Silakan, silakan, ayo beli!"

Saya memang bukan ditakdirkan untuk jadi tukang jualan. Buktinya, bukannya sibuk belanja, orang-orang dari desa itu malah heran, kok ada orang asing yang bernasib jadi pedagang di sudut Registan.

            Svetlana, wanita Rusia yang tokonya di sebelah punya Nozim berkata, "Ah, percuma saja. Kalau orang Uzbek, jangan ditawari. Mereka tidak bakal beli apa-apa. Paling cuma bertanya 'Kancha? Kancha? Berapa? Berapa?', langsung ngeloyor. Kita di sini ini jualan barang, bukan cuma jualan kancha dan melayani tukang survei."

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com