Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kumpulsutra di Los Angeles

Kompas.com - 02/06/2008, 12:52 WIB

Bulan lalu, dalam kunjungan ke Los Angeles, saya sempatkan bertemu dengan teman-teman Komunitas Jalansutra yang tinggal di sana. Yang berhasil terkumpul adalah Dina Chaniago Lee beserta suaminya, Ken Lee, dan Martini Kwok. Tahun lalu, ketika berlibur di tanah air, Dina sempat ikut jalan-jalan ke Petaksembilan bersama Komunitas Jalansutra. Dina bekerja di UCLA (University of California Los Angeles), Ken di Bappenas-nya Amerika Serikat. Martini yang sudah delapan tahun tinggal di Los Angeles, bekerja di sebuah perusahaan swasta.

Dina dan Ken menjemput saya dan istri di hotel tempat kami menginap di Century City. Kebetulan, rumah mereka tidak seberapa jauh. Begitu juga restoran yang menjadi tujuan kami di Culver City.

“Fassica”, restoran yang disarankan Dina, menyajikan masakan Ethiopia. Sudah lebih dua dasawarsa sejak saya terakhir mencicipi masakan Ethiopia. Karena itu saya langsung menyetujui usulan untuk “kumpulsutra” di restoran ini.

Dalam bahasa Ethiopia, fassica berarti paskah. Penamaan itu sempat membuat saya bingung, mengingat pemilik restoran adalah sepasang suami-istri dari Ethiopia yang beragama Islam. Mengapa pula nama restoran milik mereka memakai ikon Kristiani?

Ternyata, di Ethiopia, paskah lebih berkonotasi pesta. Selama 40 hari, kaum Nasrani – khususnya mereka yang beragama Katolik Roma – menjalani puasa ketat selama minggu-minggu sengsara. Paskah merupakan akhir puasa dan ditandai dengan pesta yang menghadirkan berbagai hidangan lezat.

Makanan utama orang Ethiopia adalah injera, bukan nasi. Injera dibuat dari teff, semacam gandum. Di masa sekarang, injera juga sering dibuat dari campuran terigu dan gandum. Tetapi, di “Fassica”, injera-nya masih asli dibuat dari 99% teff dan 1% ragi untuk mengembangkannya. Ragi-nya adalah sisa pembuatan injera sehari sebelumnya, yang dibiarkan ber-fermentasi. Mirip seperti biang tahu dalam proses pembuatan tahu.

Teff (Eragrostis taf) adalah semacam rumput yang berdaur setahun sekali. Bila sudah ranum, di ujung batangnya muncul biji-bijian semacam jali-jali (barley). Seingat saya, di masa kecil di Jawa Tengah dulu saya sering melihat biji semacam ini dijual di pasar sebagai pengganti beras, disebut canthel.

Teff merupakan tumbuhan yang dapat ditemui secara luas di dataran tinggi Ethiopia dan Eritrea. Di kedua kawasan ini, teff dipakai sebagai bahan pangan pokok. Sekalipun tumbuhan ini juga dijumpai di India dan Australia, tetapi dibiarkan liar dan tidak dipanen. Belakangan ini, teff mulai dibudidayakan di negara bagian Idaho, Amerika Serikat, karena dianggap sebagai bahan pangan penting bagi kaum vegetarian. Kaya akan serat, zat besi, kalsium, karbohidrat, dan protein, teff tidak mengandung gluten, sehingga cocok untuk mereka yang tidak toleran terhadap gluten.

Tampilan siap saji injera adalah mirip panekuk (pancake) tipis atau crepe basah, spongy, berwarna abu-abu. Rasanya juga mirip panekuk, tetapi agak asam, mirip roti asam (sourdough). Injera disobek sedikit-sedikit, dan dipakai untuk “menyendok” lauk-pauk yang disajikan. Cara makan seperti ini mirip dengan cara Meksiko yang menggunakan tortilla untuk membungkus lauk. Bedanya, tortilla dibuat dari tepung terigu atau tepung jagung, dan dipakai untuk menggulung lauk di dalamnya – mirip lumpia.

Mutu injera sangat menentukan dining experience. Sama dengan mutu nasi dalam kuliner Nusantara. Bila nasinya pulen dan harum, dengan sambal saja sudah nikmat. Hal yang sama juga berlaku bagi injera. Bila injera-nya enak, makanan pun jadi enak.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com