Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkelana ke Negeri-negeri Stan (64)

Kompas.com - 03/06/2008, 07:41 WIB

Ulat sutra adalah hewan yang rakus. Setelah kenyang, mereka pun masuk fase tidur, dan kemudian tumbuh menjadi hewan yang semakin besar dan semakin rakus. Hewan yang semula seukuran titik noktah, kini masing-masih berubah sebesar jempol, dan rakusnya juga berlipat-lipat pula. Dalam waktu beberapa minggu, jumlah daun yang dibutuhkan untuk menyuapi hewan ini adalah 300 kilogram per hari! Tak disangka bukan, dari sekantung plastik bibit ulat yang cuma 20 gram?

Waktu panen, ulat-ulat yang terbungkus dalam kepompongnya yang pekat dijual ke pabrik-pabrik sutra, termasuk Margilan. Di sinilah pekerjaan pabrik dimulai, memisah-misahkan kepompong berdasar kualitas. Yang kualitas tinggi akan menghasilkan kain berkualitas tinggi, yang harganya lebih mahal. Yang kualitasnya sedikit rendah untuk pasar dengan daya beli yang rendah pula. Kepompong ini harus cepat-cepat direbus, untuk mematikan si ulat yang terbungkus, sebelum si ulat bangun dari tidurnya dan memakan kepompongnya.

Dari satu kepompong, yang cuma seukuran ibu jari, bisa dihasilkan benang sutra yang panjangnya satu kilometer. Di pabrik sutra Yodgorlik, benang dibuat dengan roda-roda tradisional dari kayu yang terus berputar tiada henti. Kemudian benang-benang ini diwarnai, semuanya dengan pewarna tradisional yang berasal dari tanam-tanaman.

Tahu saya berasal dari Indonesia, Nasir sangat antusias.
            "Kamu mengerti ikat? Katanya sangat terkenal di Indonesia." Saya sering mendengar tentang tenun ikat, tetapi kalau diminta menjelaskan, nol besar. Nasir minta tolong untuk dibawakan buku tentang motif-motif ikat di Indonesia, tetapi saya tak berani janji.

Produksi sutra Yodgorlik sedang mengembangkan teknik tenun ikat, apalagi yang double ikat, tenunan ikat dua arah – vertikal dan horizontal. Tenunan yang dua arah, tentu saja, harganya jauh lebih tinggi.

Uzbekistan, terutama lembah Ferghana, memang terkenal dengan kain-kain sutranya yang indah. Siapa yang tidak kenal atlas dan adras, yang menambah keanggunan perempuan-perempuan di kota ini? Khan atlas, atau Sutra Raja, adalah motif sutra yang paling umum digunakan, mulai dari perempuan Uzbek hingga gadis-gadis Uyghur di Shinkiang (sekarang RRC) sana. Warna merah, putih, kuning, hijau, semua berpadu dengan indahnya dengan motif-motif yang seakan mengalir di atas aliran sungai yang tenang.

Adras, saya rasakan, desainnya justru menggambarkan dinamisme dan semangat kemarahan. Karena ditenun dari dua arah, motif desainnya lebih rumit dan berani. Walaupun harus menggunakan tingkat imajinasi yang tinggi, saya akhirnya bisa memaksakan diri untuk percaya, bahwa motif adras menggambarkan kemarahan dan kedahsyatan mendung yang menggantung di langit, terefleksikan oleh permukaan air yang tenang. Walaupun demikian, kain yang hanya dikenakan oleh kaum hawa ini, juga menonjolkan kelembutan dan kemolekan wanita.

Produksi barang-barang kerajinan sutra semuanya dikerjakan dengan tangan. Setelah proses pemilahan kepompong, pembuatan benang, dan pewarnaan, ada lagi penenunan dan proses kreasi. Ada sekelompok pria yang bertugas mengikati jalinan-jalinan sutra, untuk kemudian ditenun menjadi karpet dan suzana. Wanita-wanita penenun butuh waktu lebih dari satu tahun hanya untuk menghasilkan sebidang kecil permadani. Jangan heran kalau harganya berjuta-juta, walaupun pendapatan para pekerja pabrik ini tak lebih dari 2 dolar per hari.

Sejarah ribuan tahun Margilan memang bukan angka sembarangan. Semuanya dibangun dengan kesabaran, ketelitian, dan imajinasi yang tinggi. Di sini sutra, di sana sutra, kota Margilan berdiri di atas rajutan dan tenunan yang terus berkilau sepanjang zaman.

(Bersambung)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com