Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkelana ke Negeri-negeri Stan (85)

Kompas.com - 02/07/2008, 09:25 WIB

[Tayang:  Senin - Jumat]



Bukan Emas Tulen

Abad emas menyelimuti seluruh penjuru negeri Turkmenistan. Patung-patung emas berdiri menyambut datangnya era baru, lengkap dengan slogan, semboyan, motto, dan berbagai ragam jargon. Altyn Asyr, Abad Emas, apa pun namanya, kini menjadi salah satu frase yang paling banyak disebut-sebut di negeri ini.

Bicara soal Abad Emas, Marat sama sekali tidak antusias. Marat yang penduduk asli Ashgabat malah bosan dengan hidupnya yang biasa-biasa saja dan terus datar tanpa perubahan.

Umurnya baru dua puluhan, tetapi wajahnya sudah nampak tua sekali. Mungkin karena kebosanan luar biasa setiap hari kerut-kerut baru muncul di wajahnya.

           "Turkmenistan ini sama sekali bukan tempat untuk bekerja," keluhnya, "tidak ada uang di sini."

Pekerjaannya sebagai tukang cuci mobil. Sekali mencuci mobil, pendapatannya berkisar antara 30.000 hingga 40.000 Manat. Tidak terlalu kecil sebenarnya, cukup untuk membeli selembar tiket pesawat terbang domestik atau setengah piring nasi plov di pasar.

Tetapi masalahnya tak banyak mobil yang bisa dicuci di ibukota kecil ini. Apalagi sudah berapa hari ini hujan turun terus. Tuhan telah memberikan layanan cuci mobil gratis kepada para pemilik mobil, tetapi Marat berteriak kehilangan sumber pemasukan.

          “Masih jauh lebih baik Uzbekistan. Orang-orang di sana lebih cerdas dan pintar, tahu bagaimana caranya mencari uang,” keluhnya lagi.

Senada kisahnya dengan Mikail, seorang warga keturunan Rusia.
          "Hidup di Turkmenistan sangat sulit. Kami tidak punya uang dan pekerjaan untuk bertahan hidup," ujarnya.

 Sebagai seorang etnis Rusia, beban hidup jadi berlipat ganda.
           "Kalau kamu tidak bisa bahasa Turkmen, kamu tidak bisa bekerja. Semuanya sekarang ditulis dalam bahasa Turkmen. Saya cuma bisa baca huruf Rusia. Saya sudah tinggal di sini 40 tahun, tetapi tidak bisa juga bahasa mereka," tuturnya.

Sungguh tragis jalan hidupnya. Dari seorang mekanik armada laut, Mikail kini bertahan hidup sebagai pedagang sayur. Dari teritori laut yang menggelorakan kebanggaan Uni Soviet, mulai dari Aral, Kaspia, hingga ke Baikal, kini hidupnya tertawan di pojokan pasar Ashgabat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com