Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berpromosi Bareng Truk Sampah

Kompas.com - 07/07/2008, 03:25 WIB

Banyaknya pembeli ini membuat usaha Dede yang berawal dengan modal Rp 100 juta itu berjalan lancar. Dalam waktu satu tahun, ia berhasil membuka satu toko lagi. Kali ini dia berkongsi dengan seorang teman asal Indonesia. Toko keduanya itu ia buka dekat Masjid Agung Taipei. Maka, bisa dibayangkan, dalam waktu sebentar saja toko ini pun sudah diketahui seluruh warga Indonesia yang berada di Taipei.

"Setiap hari Jumat dan Minggu ada pengajian di masjid. Jemaah yang datang ke masjid selalu mampir ke toko untuk makan atau membeli barang keperluan lain. Pembeli di sini tak hanya orang Indonesia, tetapi juga orang dari Timur Tengah dan Afrika. Mereka tahu makanan di sini halal karena dijual untuk orang Indonesia yang sebagian besar Muslim," kata Dede.

Sukses membuka toko itu tidak membuat Dede puas. Ia melihat peluang lain. Masih ada kebutuhan bagi TKI di Taiwan yang belum terpuaskan, yakni bisa saling berkomunikasi dan berbagi cerita. Pada Oktober 2006 Dede menerbitkan majalah bernama Intai, khusus bagi TKI di Taiwan. Majalah ini pun langsung diterima pembaca. Banyak TKI yang berasal dari agen yang sama, akhirnya bisa saling bertemu kembali setelah membaca Intai.

Biasanya mereka tidak saling tahu, di mana teman dari agen yang sama itu ditempatkan. Lewat majalah tersebut mereka bisa berbagi pengalaman, foto, dan informasi mengenai kegiatan TKI atau warga Indonesia di Taiwan. Majalah yang terbit satu bulan sekali ini semula hanya beroplah 1.000 eksemplar dan dibagikan gratis. Setelah 1,5 tahun berjalan, oplah Intai menjadi 7.500 eksemplar dan dijual dengan harga 40 dollar Taiwan (sekitar Rp 12.000) per eksemplar. Halamannya juga bertambah secara signifikan, dari semula 16 halaman menjadi 84 halaman berwarna. Padahal, Dede sebenarnya tidak punya pengalaman menerbitkan majalah. Pengalamannya dalam dunia tulis-menulis hanyalah menjadi staf redaksi saat masih duduk di bangku SMA dan kuliah. "Saya memang suka menulis. Novel saya berjudul Aku Terjebak di Taipei City telah terjual 2.000 kopi."

Kesuksesan dalam bisnis toko produk Indonesia dan penerbitan ini, di sisi lain juga menjadi kendala buat Dede. Pria asal Surabaya ini mengaku sampai sekarang ia selalu rindu pulang ke kampung halamannya di Kepanjen, Surabaya, Jawa Timur.

Dulu, sebelum usahanya besar, ia pasti pulang ke Indonesia setiap dua bulan sekali. Sekarang ia tidak bisa lagi sering pulang karena harus mengurus usaha dan majalah Intai pun harus terbit teratur. Kemungkinan pulang pun semakin kecil sejak istrinya, Evy Susanty (24), hamil. "Setiap kali pulang ke Surabaya saya merasa seperti disegarkan kembali. Saya memang merasa terjebak di Taipei City he-he-he," kata Dede mengutip judul novelnya. (M Clara Wresti)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com