Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melestarikan Pusaka Budaya

Kompas.com - 21/07/2008, 07:44 WIB

Minggu lalu saya berkunjung ke Padang dan Bukittinggi bersama sebuah tim kecil dalam rangka persiapan Temu Pusaka 2008 – semacam rapat kerja tahunan bagi pihak-pihak yang peduli akan kelestarian pusaka budaya Indonesia. Penyelenggaranya adalah Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI).

Kami sengaja memilih Bukittinggi dan Sawahlunto di Sumatra Barat sebagai tempat pertemuan. Tentu saja, karena provinsi ini sangat kaya akan warisan budaya (cultural heritage), baik yang dapat dijamah (tangible) maupun yang intangible. Apa sih yang dimaksud dengan warisan budaya intangible itu? Contohnya adalah keris yang oleh Unesco telah diakui sebagai salah satu World Heritage dalam kategori pusaka intangible. Sekalipun keris merupakan benda wujud yang dapat disentuh, namun nilai-nilai utamanya justru bukan terletak pada wujudnya. Keris ‘kan tidak untuk merajang bawang, melainkan memiliki nilai-nilai luhur yang lebih dalam.

Kuliner juga merupakan contoh pusaka budaya intangible yang penting. Di banyak bagian dunia, makanan tidak saja berfungsi untuk mengenyangkan perut, melainkan memiliki nilai-nilai sakral dan seremonial. Banyaknya elemen kuliner yang hilang atau semakin langka di tanah air kita membuat Komunitas Jalansutra sejak tiga tahun yang lalu mengikrarkan tekad untuk “melestarikan pusaka kuliner Indonesia”.

Di Sumatra Barat, misalnya, Jalansutra telah melakukan satu langkah kecil pelestarian kuliner Minang. Tahun lalu, di bawah pimpinan Irvan Kartawiria dan Andrew Mulianto, kami membuat “paket wisata khusus” dengan mengunjungi Nagari Kinari, sebuah desa adat di dekat Solok. Kami datang ke desa itu, melakukan sembahyang Jumat bersama dengan warga setempat, lalu dijamu makan siang dengan hidangan khas Minang di sebuah rumah gadang. Setelah makan siang, kami menikmati upacara penyambutan secara adat dengan sekapur sirih, dilanjutkan dengan suguhan tarian daerah dan pencak silat. Kami juga melihat kelincahan seekor beruk (kera) memanjat pohon kelapa, memilih kelapa yang sudah tua, dan kemudian memetiknya. Ini memang cara khas masyarakat memanen kelapa di daerah itu.

Dalam jamuan makan siang di Nagari Kinari itu muncul satu hidangan khas tradisional yang sudah jarang muncul, yaitu pangek pisang. Biasanya, pangek adalah masakan dengan bahan ikan laut dan dipakai sebagai lauk nasi. Pangek pisang memakai bumbu yang sama, tetapi diperlakukan sebagai pencuci mulut atau kudapan, disantap dengan ketan kukus. Istimewa sekali.

Kami semua berpendapat bahwa “paket wisata khusus” seperti yang kami lakukan di Nagari Kinari itu memiliki nilai jual yang tinggi bila dikemas sebagai “komoditi” pariwisata. Di Negeri Belanda, tiap hari ratusan bus hilir-mudik membawa ribuan wisatawan meninjau desa-desa kecil seperti Marken, Volendam, Broek in Waterland, karena wisatawan selalu terpesona akan nilai-nilai budaya yang khas di negeri-negeri yang dikunjungi wisatawan.

Sumatra Barat memiliki potensi pariwisata yang sangat besar bila ditinjau dari kekayaan budaya dan pusakanya. Sayangnya, tidak semua unsur-unsur itu dalam kondisi “siap jual”. Beberapa “pembangunan” bahkan telah merusak keindahan Kota Padang.

Setyanto P. Santosa, Badan Pimpinan BPPI, misalnya, menunjuk Jembatan Siti Nurbaya yang tampak angkuh dan salah tempat. Jembatan kokoh itu sebetulnya tidak berfungsi karena hanya menghubungkan satu bagian Padang dengan bukit di seberangnya – tempat makam Siti Nurbaya. Padahal, di bagian bukit itu tidak ada jalan utama, sehingga kendaraan harus berputar lagi. Apa gunanya? Alhasil, pada sore hari jembatan itu menjadi tempat jualan makanan.

Padahal, di sekitar jembatan itu adalah bagian kota lama Padang yang dalam kondisi hancur. Bangunan-bangunan di situ sudah tidak terawat lagi. BPPI dan mitranya di Padang kini sedang merenovasi Museum Bank Indonesia yang berdiri di sana. Di seberang Museum BI itu juga ada sebuah gudang besar yang dulunya dimiliki Geo Wehry – perusahaan dagang “Lima Besar” di masa lalu. Oleh cucu pemilik lama, BPPI sedang menyusun rencana untuk mengakuisisi gudang itu dari pemiliknya yang sekarang, dan melestarikannya. Langkah-langkah kecil itu diharapkan akan memicu revitalisasi kota tua Padang menjadi tujuan wisata penting.

Dalam pertemuan dengan Gubernur Sumatra Barat, Gamawan Fauzi, kami sempat mengemukakan bahwa Ranah Minang ini mestinya memakai kuliner sebagai ujung tombak pariwisata. Tidak perlu diperdebatkan, masakan Minang adalah salah satu unggulan dalam kuliner Nusantara yang disukai banyak orang. Selain itu, masakan Minang juga sangat eksotis untuk diperkenalkan kepada wisatawan asing. Seperti halnya Thailand yang berhasil menembus pasar kuliner dunia dengan program “Thai Kitchen to the World” yang digagas oleh PM Thaksin Sinawatra, kuliner Minang merupakan ujung tombak penting bila Indonesia ingin melakukan langkah serupa.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com