Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Jalan Daendels ke Jalan Tol Trans-Jawa

Kompas.com - 22/08/2008, 08:58 WIB

JAKARTA, JUMAT - Jalan Tol Trans-Jawa yang akan menghubungkan Merak dan Banyuwangi sejauh 1.200 kilometer ibarat mengulang mimpi Gubernur Jenderal Hindia Timur Herman Willem Daendels, 200 tahun silam.

Pada era kolonial, Jalan Daendels menjadi pipa penyedot kekayaan Jawa ke Batavia untuk kemudian dikirim ke Belanda. Trans-Jawa babak kedua akan mengulang hal serupa jika tidak hati-hati.

Semarang, 5 Mei 1808. Setelah seminggu perjalanan melelahkan dari Buitenzorg (Bogor) ke Semarang, Daendels memerintahkan pembangunan jalan dari Anyer ke Panarukan sepanjang 1.100 kilometer.

Karena keterbatasan dana, Daendels hanya sanggup meratakan jalan Batavia ke Buitenzorg, kemudian membangun jalan Priangan ke Karangsambung (Cirebon) dengan biaya 30.000 ringgit. Selebihnya, pembangunan dibebankan kepada bupati yang daerahnya dilewati, kebanyakan dengan sistem kerja rodi. Ribuan orang meninggal dalam pelaksanaannya.

Kini, keterbatasan dana juga menjadi alasan pemerintah menyerahkan pembangunan Jalan Trans-Jawa babak kedua kepada swasta. Sedikitnya tujuh perusahaan swasta dalam dan luar negeri (dari Malaysia dan Australia) terlibat. Para investor tergiur tarif tol yang dipastikan pemerintah bakal naik terus.

Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam sejumlah kesempatan menegaskan, pembangunan tol di Pulau Jawa diswastakan agar dana perawatan jalan di Jawa dialihkan untuk membangun jalan baru di luar Jawa.

Pelajaran dari Daendels

”Jalan Daendels itu sama sekali bukan demi rakyat. Belanda dan para pengusaha pribumi mendapat keuntungan ekonomi dari pembukaan perkebunan dan bagi hasil kopi, teh, atau komoditas lain yang dikirim lewat jalan itu,” kata Djoko Marihandono, sejarawan dari Universitas Indonesia.

Sejarawan Nina Herlina Lubis dari Universitas Padjadjaran mengatakan, selama empat dekade setelah selesai dibangun, jalan itu tak boleh dilewati rakyat. Hanya kereta pos, militer, pejabat Belanda, dan priayi pribumi yang boleh melewati jalan itu.

Pelajaran dari Jalan Raya Pos, pembangunan jalan telah memicu pertumbuhan sporadis dan tak terencana. Kota-kota tumbuh mengikuti jalan, fenomena yang menurut Peter JM Nas dan Pratiwo (Java and De Groote Postweg, La Grande Route, The High Military Road, Leiden/Jakarta, 2001), sebagai pertumbuhan kota memanjang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com