Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Teluk Lampung Tercemar Berat

Kompas.com - 22/08/2008, 18:40 WIB

BANDAR LAMPUNG, JUMAT - Pembudidaya ikan kerapu dan kerang mutiara mengeluhkan perairan Teluk lampung yang tercemar berat oleh limbah tambak udang, limbah rumah tangga, dan industri. Pencemaran mengakibatkan tingkat kematian kerapu atau kerang mencapai antara 50 hingga 60 persen sehingga mereka meminta pemerintah daerah untuk mengelola pesisir dan mengatur petambak udang.

Presiden Direktur PT Hikari Lampung Permai, Gunawan Yunarko, Jumat (22/8) di kompleks pembudidayaan kerang mutiara di Tanjung Putus, Pesawaran pada acara penandatanganan kesepakatan kerja sama antara Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Lampung dengan perusahaan produsen mutiara mengatakan, kondisi perairan Teluk Lampung saat ini sudah tidak sehat lagi untuk dimanfaatkan sebagai area pembudidayaan kerang mutiara. Limbah cair dari tambak-tambak udang yang terdapat di sekitar wilayah Padang Cermin hingga Punduh Pidada sangat kental mengandung sisa-sisa makanan udang ataupun obat-obatan.

Limbah cair itu kebanyakan dibuang begitu saja ke perairan Teluk Lampung tanpa melalui proses pengolahan limbah. Akibatnya, air laut yang masih bagus tercampur dengan limbah.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Pesawaran Afrudin pada acara itu membenarkan, pencemaran berat itu semakin berat dengan banyaknya limbah rumah tangga ataupun industri di sekitar Bandar Lampung yang langsung membuang begitu saja limbahnya ke perairan Teluk Lampung.

Khusus untuk pencemaran tambak, ujar Afrudin, ia membenarkan bahwa di wilayah Pesawaran sekarang ini semakin banyak tambak udang yang dibuka dan tidak memiliki unit pengolahan limbah (UPL). Terhitung dari perbatasan Bandar Lampung Pesawaran mulai dari Kecamatan Padang Cermin hingga Kecamatan Punduh Pidada sebanyak 40-an pengusaha membuka usaha tambak di pesisir Pesawaran. Terhitung lebih dari 300 hektar pesisir Pesawaran habis dan berubah menjadi tambak udang intensif dengan kepemilikan lahan antara 5 -30 hektar.

"Para pengusaha tersebut bahkan membabat habis hutan bakau yang seharusnya menjadi penyaring perairan dengan tambak, serta bisa menjadi area tumbuhnya ikan-ikan kecil atau kerang," ujar Afrudin.

Menurut Afrudin, pencemaran terjadi saat petambak mulai memanen udang. Begitu udang sudah terangkat, limbah cair dari kolam langsung dibuang ke laut tanpa melalui proses pengolahan.

Dampak pencemaran tersebut, perairan di sekitar pulau-pulau di Teluk Lampung yang seharusnya masih bagus untuk budidaya kerapu dan kerang mutiara menurun kualitas airnya. Dalam dialog antara pembudidaya kerapu dan kerang mutiara dengan pemilik tambak udang Juli 2008 diketahui, tingkat kematian kerapu mencapai 50 hingga 60 persen per 1.000 benih yang ditebar. "Sementara untuk kerang mutiara mencapai 40 persen," ujar Afrudin.

Kepala DKP Lampung, Untung Sugiyatno, dalam acara tersebut menegaskan, dinas kabupaten harus mengambil tindakan tegas kepada pemilik tambak. Di antaranya mengharuskan pemilik tambak untuk memiliki UPL dan mengolah limbahnya sebelum membuang ke laut. Selain itu dinas kabupaten harus bisa memberi sanksi kepada petambak yang membandel.

Selain itu, atas hilangnya ratusan hektar hutan bakau di pesisir Pesawaran, DKP Lampung akan menyusun Peraturan Gubernur (pergub) sebagai terjemahan dari UU No.27 Tahun 2007 Tentang Tata Ruang wilayah Pesisir dan Daratan. "Pergub tersebut akan berlaku di seluruh Lampung dan membatasi jumlah atau titik-titik pesisir yang bisa dibuka menjadi tambak udang," ujar Untung.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com