Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rusia (9): Jangan Kunjungi Makam Lenin di Hari Senin

Kompas.com - 25/08/2008, 11:53 WIB

Jam raksasa yang berada di pucuk menara Spasskaya sudah menunjukkan waktu jam 12  siang lewat beberapa menit. Seakan memberikan peringatan bahwa kesempatan kami berada di Lapangan Merah Moskwa sudah semakin menipis.  Sebab sore nanti kami harus segera melanjutkan perjalanan ke Jakarta.

Oh iya, Spasskaya adalah salah satu menara dari  20 menara yang menghiasi sudut-sudut tembok Kremlin, yang membentengi pusat pemerintahan  Rusia seluas 27,5 hektar tersebut. Spasskaya juga menjadi menara tertinggi di situ, letaknya berseberangan dengan Katedral Santo Basil. Di puncak menara setinggi 67,3 meter itu terdapat jam dengan garis tengah enam meter. Keberadaan menara itu membuat sosok benteng sepanjang dua  kilometer yang dibangun dari batu bata pada abad ke-15 itu semakin megah.

Sesaat mengamati menara Spasskaya, kami lalu beranjak ke arah tengah lapangan merah. Rombongan seperjalanan yang berjumlah 10 orang ini pun mulai berpencar. Beberapa memilih langsung menuju ke ujung utara lapangan merah, tempat berdirinya Museum Sejarah yang menyimpan berbagai peninggalan dalam perjalanan sejarah bangsa Rusia.

Tapi, saya sendiri memilih untuk menyusuri sisi tembok Kremlin, mencari makam Lenin yang berada tepat di kaki Kremlin. Sejak berangkat dari Jakarta, ziarah ke makam Bapak Komunis Rusia ini memang menjadi salah satu tujuan utama. Apalagi setelah saya tahu bahwa keberadaan makam Lenin di kompleks Lapangan Merah yang menjadi perdebatan.

Makam? Ya, tapi jangan bayangkan bahwa makam itu merupakan gundukan tanah bernisan seperti kubururan biasa. Makam ini berbentuk mausoleum, atau sebuah ruangan yang bisa dimasuki oleh pengunjung. Di dalamnya, dapat terlihat jasad Lenin yang terbujur kaku dalam kotak kaca bersuhu -20 derajat celcius.

Awalnya, tubuh pemimpin Uni Soviet yang meninggal tahun 1924 itu diawetkan dengan cara dibalsem. Konon, pada hari Lenin meninggal, Pemerintah Uni Soviet menerima 10.000 telegram dari seluruh Rusia, yang meminta supaya tubuh Lenin bisa dilihat generasi mendatang. Akhirnya mausoleum itu pun dibangun sebagai bentuk penghormatan bagi Lenin.

Namun di tahun 1991, Boris Yeltsin, pemimpin pertama Rusia pascabubarnya Uni Soviet pun mulai mengakomodasi perdebatan soal dipindahkannya makam Lenin dari Red Square. Tapi toh, gagasan tersebut tidak bisa direalisasikan karena kentalnya fanatisme terhadap komunis di negara itu. Dan hingga kini, setelah 17 tahun isu itu bergulir, makam tersebut belum berpindah dari tempatnya. Ribuan wisatawan masih rela untuk antre, demi bisa melihat sosok Lenin. Bahkan di hari kematiannya, pada 21 Januari masih banyak karangan bunga yang dikirim para pendukung dan pengagumnya.

Wah, ingin rasanya menjadi bagian dalam antrean untuk masuk ke dalam makan itu. Merasakan heningnya suasana peziarah yang dilarang bicara saat berada di dalam. Atau menyaksikan tatapan dingin para pengawal yang menjaga peti jenazah Lenin.

Saat saya tiba di depan mausoleum, tak ada antrean panjang seperti yang disebutkan tadi. Pintu dari bangunan yang dibalut dinding marmer itu pun tertutup. Saya hanya bisa berdiri sekitar lima meter dari pintu masuk makam, karena ada rantai besi yang dijadikan pembatas. Dari situ hanya bisa terlihat pintu hitam yang tertutup rapat, dan tulisan LENIN dalam aksara Rusia, di atas marmer.  "Wah, kok tutup?" pikir saya.

Belakangan saya tahu, jadwal kunjungan ke makam Lenin adalah setiap hari Selasa sampai Kamis, Sabtu dan Minggu, mulai pukul 10 pagi sampai 1 siang.  Sementara hari Senin dan Jumat makam tidak dibuka untuk kunjungan.  Wah, padahal hari ini Senin! Ah, gagal-lah rencana untuk  melihat jenasah Lenin, wong sore ini sudah hari kembali ke Jakarta.

(Bersambung)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com