Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (23): Biksu Era Handphone

Kompas.com - 03/09/2008, 07:27 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]

Salah satu hal yang membuat saya cukup ternganga melihat modernitas Tibet, kehidupan kuno di atap dunia yang diarak menyambut abad milenium, adalah pemandangan biksu-biksu bertelepon genggam.

Biksu-biksu muda yang tinggal di Tashilhunpo boleh dibilang beruntung. Setiap bulan mereka mendapat uang saku dari pemerintah. Ada yang 1200 Yuan, ada yang sampai 1400. Yang bertugas menjual karcis lebih tinggi lagi penghasilannya.

Ada pula biksu guide, mengajak turis berkeliling kompleks kuil raksasa ini sambil menjelaskan seluk beluk kehidupan umat Budha Tibet dalam bahasa Inggris yang fasih. Mereka memasang tarif yang sama dengan standar pemerintah, 50 Yuan per jam.

Dengan adanya penghasilan yang bisa dibilang tidak sedikit ini, para biksu boleh mengikuti kemajuan zaman.

Saya diundang masuk ke asrama biksu penjaga pintu di dekat gerbang. Ruangan ini gelap. Cahaya mentari menyeruak masuk dari jendela kayu, membilas wajah kamar kecil dengan tungku di tengahnya. Foto Thubten Gyatso, mendiang Dalai Lama ke-13, dan Choekyi Gyaltsen, mendiang Panchen Lama ke-10, terpajang di dinding.

Di sini ada empat biksu muda, berusia antara dua belas sampai delapan belas tahun. Baju mereka merah marun, bersimpang di dada. Kepala mereka botak, seperti layaknya biksu seharusnya.

Tetapi menjadi biksu bukan berarti hanya hidup di balik kungkungan biara, terlepas dari perputaran roda dunia luar. Para biksu muda ini sedang antusias mengamati model telepon genggam terbaru yang dibawa oleh rekannya, biksu merangkap pemandu wisata turis.

           “Berapa harganya?” tanya yang satu.
           “Bisa untuk merekam video? Bisa untuk memotret?” tanya yang lain.
Yang satunya lagi mencoba-coba fitur permainan yang ada dalam mesin canggih itu. Ia tersenyum puas dengan layar telepon yang besar dan ukurannya yang praktis.

Dengan penghasilan mereka yang tidak kecil, karena tinggal di kuil besar dan penting seperti Tashilhunpo, mereka mulai mengecap modernitas. Telepon genggam bukan lagi barang duniawi yang harus dilepaskan keterikatannya. Sekarang telepon sudah jadi benda wajib. Di Lhasa saya melihat banyak biksu bertelepon, mulai dari lama senior Kuil Jokhang sampai biksu peziarah dari Qinghai. Biksu Shigatse pun tak mau ketinggalan.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com