Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buka Puasa Makan Kambing

Kompas.com - 16/09/2008, 17:09 WIB
Dalam bulan Ramadhan ini, saya berkesempatan menikmati tiga acara buka puasa yang mengesankan.

Pada hari pertama Ramadhan, Fahmi, seorang teman baru yang saya kenal dalam penerbangan pulang dari Balikpapan, tiba-tiba menelepon memberitahu saya bahwa di Hotel Sultan sedang dilangsungkan acara Pakistan Food Festival. Fahmi adalah orang Pakistan yang pernah lama tinggal di Dubai. Ketika mengobrol di pesawat, ia menyadari bahwa ternyata saya adalah seorang penggemar masakan Pakistan.

Menurut Fahmi, sajian masakan Pakistan di Hotel Sultan itu cukup baik. “Patut dicoba, Pak. Menurut saya ada beberapa yang mak nyuss,” katanya. He he, ternyata dia juga penggemar acara Wisata Kuliner di TransTV.

Segera saya datang ke Hotel Sultan - nama baru dari hotel yang selama puluhan tahun dikenal sebagai The Jakarta Hilton. Masakan Pakistan yang disajikan memang tidak seberapa banyak, tetapi mewakili beberapa hidangan terbaik. Chicken khursid-nya yang asam-manis-pedas - boleh tahan! Behari kebab-nya yang mirip empal - gurih banget. Dall chana kambing-nya - mlekoh. Ada lagi masakan kambing yang menurut saya mak nyuss, yaitu sour gosht - mirip kashmiri rogan gosht, tetapi dengan tambahan tendangan jahe dan asam jawa. Sungguh cantik!

Setiap bulan Ramadhan, hampir semua hotel berbintang di Jakarta menyelenggarakan acara buka puasa. Dari semua acara buka puasa di hotel-hotel Jakarta yang pernah saya kunjungi, mungkin acara buka puasa di Ritz-Carlton Hotel, Mega Kuningan Jakarta, adalah yang paling bagus. Soalnya, selain mendatangkan seorang chef khusus dari Amman, Jordania, mereka juga mendatangkan dua orang penari dari Cairo, Mesir.

Chef Mohammed Jaber menampilkan berbagai hidangan Timur Tengah yang menarik. “Bintang”-nya adalah ouzi lamb, yaitu kambing utuh yang dipanggang, dan ditumpangkan di atas nasi goreng Arab yang diisi kismis dan irisan almond. Banyak lagi masakan kambing-kambingan lain yang disajikan Chef Jaber. Tetapi, ketika ada tamu yang ingin mencicipi hidangan khas dari daging sapi, Chef  Jaber dengan cepat membuatkan beef okra.

Beef okra sajian Chef Jaber ini hampir mirip dengan hungarian goulash - terutama karena sama-sama memakai tomat sebagai basis kuahnya. Bedanya, beef okra memakai bumbu-bumbu arab sehingga lebih nendang dan lebih aromatik. Okra (ladies finger, bendih) digoreng sebentar, sebelum dimasukkan dalam masakan daging sapi itu. Mak nyuss!

Minumannya juga spesial. Selain jus kurma yang populer, juga ada Ritz Tea yang menyegarkan, yaitu es teh dengan berbagai berries di dalamnya. Disajikan dengan beberapa kubus es batu.

Tentu saja, jangan lewatkan suguhan tarian khas Mesir-nya. Tarian pertama, Tanaura, ditarikan oleh seorang pria ganteng yang memakai semacam rok berwarna-warni. Ia menari berputar seperti layaknya para penari darwis di Turki (The Whirling Dervishes), sehingga “rok”-nya mengembang dengan cantiknya. Bedanya, tarian Tanaura ini lebih bersifat hiburan, sementara tarian darwis lebih ritualistik dan ilahiah. Tarian kedua disebut Candelabra, ditarikan oleh seorang perempuan cantik sambil menyunggi candelabra atau chandelier.

Acara buka puasa ketiga yang ingin saya ceritakan di sini adalah suguhan khusus dari YM Abdulrahman Alhothi, Duta Besar Yemen di Jakarta. Karena mengetahui saya akan berkunjung ke Yemen, teman saya William Wongso buru-buru mengatur acara makan malam dengan Pak Dubes yang memang punya kegemaran masak.

Yemen adalah negara sahabat yang khusus bagi Indonesia. Kabarnya, 99% orang-orang keturunan Arab di Indonesia dapat dilacak garis darahnya dari Hadramaut, sebuah kota di Yemen. Para Hadrami inilah yang di masa lalu merupakan penyebar syiar Islam di Nusantara. Jumlah keturunan mereka di Indonesia sekarang diperkirakan sekitar enam juta orang.

Kami bertiga - William Wongso, Nono Anwar Makarim, dan saya - datang tepat waktu. Tetapi, Pak Dubes ternyata masih sibuk di dapur. Sebelumnya, William sudah mewanti-wanti kami bahwa menu makan malam kami adalah: kambing, kambing, dan kambing.

Soalnya, Pak Dubes sedang ingin membuktikan bahwa makan kambing itu sehat. Selama tiga bulan, ia hanya makan kambing, sayur, dan sedikit nasi. Hebatnya, menjelang akhir programnya, berat badannya susut 5 kilogram. Indikator-indikator gula darah, kolesterol, dan trigliserid - semuanya membaik.

Rahasianya? Tidak ada rahasia! Teori yang dipakai Pak Dubes adalah persis sama dengan apa yang selama ini saya kemukakan - baik melalui Jalansutra maupun Wisata Kuliner. Bahwa pada umumnya daging kambing lebih sehat daripada daging sapi karena mengandung lebih sedikit lemak. Harus dicatat bahwa kambing betina lebih banyak lemaknya daripada kambing jantan. Lemak kambing biasanya mengumpul di permukaan dan mudah disayat untuk menghilangkannya. Berbeda dengan daging sapi yang lemaknya masuk ke dalam serat-serat daging (marbling). Karena itu, bila memesan sate kambing, mintalah daging saja, tanpa lemak.

Coba perhatikan tukang sate di Tegal yang selalu memilih kambing balibul (bawah lima bulan). Sekarang bahkan ada pula tukang sate tegal yang hanya menjual sate dari daging kambing batibul (bawah tiga bulan). Dagingnya masih berwarna merah muda, dan lemaknya bahkan belum “muncul”. Tentu saja, dagingnya empuk dan serat-seratnya lembut.

Pak Dubes Yemen tidak memakai ukuran usia untuk kambing yang dipilihnya. “Ukurannya berat. Pokoknya harus kurang dari lima kilogram. Direbus dua puluh menit saja sudah empuk,” katanya memuji keunggulan bayi kambing.

Masakan Pak Dubes pun ternyata sederhana dan gampang. Kambingnya direbus dengan berbagai bumbu, seperti: jintan, ketumbar, kapulaga, kayu manis, jahe, merica, dan garam. Tanpa santan! Aromanya luar biasa.

Kuah rebusan kambing disiramkan pada semangkuk nasi dari beras jepang - disajikan sebagai primo piatto atau sajian pertama. Nono Makarim memujinya begini: “Ini sungguh unik. Banyak orang berpikir bahwa masakan Arab itu bumbunya tajam. Ini buktinya bahwa masakan Arab juga bisa mild.”

Bagi saya, sajian itu juga merupakan sebuah kejutan. Kuahnya encer dan tidak berlemak. Aroma kayu manis dan kapulaga “menenggelamkan” aroma kambing, tetapi di lidah bumbu-bumbunya tidak menyengat. Garamnya pun sangat sedikit agar rasa kaldunya lebih ke depan.

Daging kambingnya disajikan dalam dua tahap. Yang pertama adalah daging rebus. Tentu saja empuk banget, karena kambingnya memang masih sangat muda. Lagi-lagi kelembutan bumbunya justru sangat menawan, karena dengan demikian lidah kita dapat berfokus pada kelembutan daging kambing muda yang manis.

Sebagian daging kambing rebus itu kemudian dipanggang di dalam oven dengan sedikit cipratan minyak zaitun. Entah kenapa, sekalipun bumbunya persis sama, tetapi setelah kambingnya dipanggang, rasanya menjadi lebih tawar. Nono menaburkan sedikit garam pada daging kambing panggangnya. Dan benar, citarasanya memang langsung nendang setelah dibubuhi garam. “Hmm, kalau ada kecap sama cabe rawit, pastinya akan jadi enak sekali,” gumam Nono, hampir kepada dirinya sendiri.

Jamuan buka puasa itu kemudian ditutup dengan pencuci mulut gaya Yemen, yaitu almond mentah yang dimakan dengan madu asli dari Hadramaut. Sederhana, tetapi memang terasa Arab banget.

Terima kasih, Yang Mulia. Sungguh, sebuah jamuan yang mengesankan.

Selamat menunaikan ibadah suci Ramadhan, teman-teman. Semoga Rahmat Allah selalu menyertai Anda semua.

 

n

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com