Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (52): Maois

Kompas.com - 14/10/2008, 07:01 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]


Pendakian panjang dan curam akhirnya berakhir juga. Di atas sana, gerbang masuk desa Tal sudah nampak. “Welcome to Manang District”. Selamat datang, selamat datang. Seorang gerilyawan Maois menyambut kami.

Hari sudah mulai tinggi ketika kami berangkat dari Chamje. Keith sudah berangkat duluan, karena mengejar waktu. Sementara Jörg masih berbaring malas di kamarnya yang sejuk. Saya memilih untuk berangkat agak siangan. Jörg, seperti saya, juga tak ingin terburu-buru menikmati perjalanan panjang keliling Annapurna ini.

Pukul 8:30, matahari sudah panas menyengat, kami berdua baru mulai jalan. Tampaknya Jörg dan saya cocok sekali berjalan bersama, sama-sama pelannya. Saya jadi bisa lebih santai berjalan, tak perlu lagi malu karena berleha-leha.

Tangga batu menurun drastis dari desa Chamje. Curam dan panjang. Dari dulu saya paling takut turun gunung terjal. Pengalaman saya terkilir berkali-kali, membuat pandangan saya hanya terpusat ke arah kaki. Keindahan alam sekitar terlewatkan begitu saja. Saya sadar satu hal, saya dilahirkan bukan untuk trekking.

Orang memang tidak pernah memilih untuk dilahirkan di mana. Tengoklah orang-orang desa di sini, setiap hari mereka harus berjalan naik turun gunung yang terjal dan curam, melintasi sungai yang mengamuk di atas jembatan gantung yang bergoyang-goyang. Alam yang keras ini adalah habitat mereka, hidup mereka, hembusan nafas dan denyut jantung mereka.

Dari perjalanan menurun yang panjang, melintasi desa kecil yang sedikit datar, selanjutnya adalah pendakian curam sampai ke dusun Tal, perhentian kami hari ini. Kami memang tak berencana jalan terlalu jauh hari ini, hanya melintas dua desa saja dan menghabiskan waktu beristirahat sepanjang sore.

Pilihan bagus. Saya ternganga melihat pendakian menuju Tal. Curam seperti tembok, sampai harus mendongakkan kepala untuk melihat tujuan akhirnya. Saya yang sudah kelelahan dan berkeringat deras hanya bisa tertatih-tatih. Selangkah demi selangkah. Inilah perjalanan, bukan tujuan yang utama, melainkan proses perjuangan dan pencapaian.

Tetapi tujuan yang terpampang di depan mata selalu menggairahkan.
         “Hurray!” saya berseru, begitu melihat pintu gerbang menuju Distrik Manang terpampang di puncak bukit. Welcome di kiri. Swagatam dalam huruf Dewanagari di kanan. Selamat Datang.

         “Selamat datang, Sir,” seorang pria kurus berambut keriting. Tak bersenjata, hanya memakai sandal biasa. Tas anyaman tradisional Nepal tercangklong di pundaknya.
         “Pajak, please.”

‘Pajak’ yang dimaksud adalah pungutan gerilyawan Maois. Kami memasuki wilayah kekuasaan Maois di Annapurna selatan, di daerah yang dinamakan Republik Tamuwan, di bawah pemerintahan revolusioner Wilayah Otonomi Tamuwan. Kami masing-masing disodori selembar kertas, judulnya Appeal, isinya propaganda empat halaman tentang revolusi rakyat:

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com