Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Laksamana Mengamuk

Kompas.com - 31/10/2008, 11:47 WIB

Sebagai provinsi yang kaya sumber daya alam – minyak bumi, batubara, kelapa sawit, bahan untuk bubur kertas, dan lain-lain – Riau memang menarik sangat banyak pendatang. Orang Minang paling banyak merantau ke Riau karena mereka memang saling bertetangga. Jarak Pekanbaru-Padang hanya sekitar enam jam bermobil.

Tidak heran bila ciri-ciri kuliner Minang juga banyak memengaruhi kuliner Melayu Riau. Begitu provinsi tetangga Sulawesi Selatan yang menampilkan banyak unsur kulinernya dalam menu Melayu Riau.

Orang Jawa juga banyak mencari nafkah di Riau. Rumah makan yang menawarkan masakan Jawa – seperti pecel lele, soto – cukup mudah dijumpai di Pekanbaru. Bahkan rumah makan populer bernama “Pondok Gurih” sengaja memasang papan nama bertulisan “Hidangan Memija (Melayu-Minang-Jawa)” untuk menarik minat tamu.

Lucunya, ada juga rumah makan populer lain yang dari namanya – “Riau Kuring” – dapat ditebak merupakan hidangan fusi Melayu-Sunda.

Di dekat perumahan Caltex di Rumbai, sekitar setengah jam dari Pekanbaru, ada sebuah warung makan terkenal yang ramai dikunjungi tamu. Padahal, warung ini letaknya sungguh di pelosok. Nama warungnya: “Mak Cuik”.

Untuk mencapai tempat itu bahkan harus melewati ruas jalan yang rusak dan berlubang-lubang. Tetapi, pada jam makan siang, warung sederhana ini langsung dipadati tamu. Mobil-mobil silih berganti datang. Tamu yang belum kebagian tempat, sabar menunggu di bawah pohon di tepi empang ikan yang mengitari warung.

Hidangan utama di warung “Mak Cuik” ini adalah gulai ikan baung yang sungguh mak nyuss! Di dapurnya, beberapa tungku dengan kayu api menyala. Belanga-belanga di atas api itu tampak gulai ikan menggelegak. Beberapa jurumasak tampak sibuk menggoreng udang galah segar. Hanya dua jenis sajian itulah yang menjadi andalan “Mak Cuik”. Didampingi sambal blacan (trasi) yang dahsyat dengan pete goreng atau bakar.

Sekalipun hanya warung sederhana, yang datang termasuk para pejabat bersafari, eksekutif berdasi, dan para tauke dari Pekanbaru. Konon, warung ini sangat demokratis melayani pelanggannya. First come first served! Mereka tidak menerima pesanan tempat. Bahkan rombongan pejabat yang mau makan di sana pun harus antre bila datang terlambat. Kalau makanan habis pun mereka tidak bersedia memasak lagi.
Karena warung ini dekat pelabuhan Pertamina, tentu saja banyak pejabat Pertamina yang mengenal warung ini.

Ada lagi satu warung sederhana di dekat jembatan Pangkalan Kerinci, sekitar satu setengah jam dari Pekanbaru. Rumah makan “Minang Melayu” di tepi Sungai Kampar ini menyajikan berbagai jenis masakan asam pedas dari kepala ikan patin, baung, dan selais. Kepala ikan patin dan baungnya besar-besar. Satu porsi kepala ikan bisa dimakan oleh tiga sampai empat orang.

Tetapi, saya lebih menyukai kepala ikan selais asam pedas yang sungguh berlemak dan manis. Di warung ini udang galahnya juga besar-besar dan sangat segar. Langsung diambil dari Sungai Kampar yang mengalir di sisi warung.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com