Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banjir Samarinda, Perahu Plastik Laku Keras

Kompas.com - 29/11/2008, 21:04 WIB

SAMARINDA, SABTU - Penjualan perahu plastik mainan di Samarinda laku keras akibat dalam satu bulan ini kota berpenduduk 700.000 jiwa itu mengalami dua kali musibah banjir.
     
"Warga membeli perahu plastik mainan itu ternyata sebagai alat untuk mengevakuasi barang-barangnya selain digunakan anak-anak mereka untuk bermain air," kata salah seorang pedagang perahu mainan di Jl Panglima Batur Samarinda, Sabtu.
     
Ia menuturkan bahwa sebelumnya dalam satu bulan hanya mampu menjual satu sampai dua perahu mainan. Namun, saat Samarinda mengalami banjir pertama pada 4 November 2008 yang bertahan selama 10 hari, kemudian terjadi lagi musibah yang sama sejak 27 November tahun ini, penjualan rata-rata bisa mencapai lima sampai 10 unit per hari.
   
"Harga perahu mainan itu tergantung besar-kecil dan kualitasnya, antara Rp50.000 sampai Rp300.000 per unit. Karena permintaan meningkat, harga kami naiknya sekitar 10 persen," katanya.
    
Banjir di Samarinda kali ini lebih besar ketimbang musibah yang pertama awal November 2008 karena pada kasus sebelumnya tidak sampai melumpuhkan Bandara Temindung Samarinda.
    
Namun, banjir kali ini menyebabkan Bandara Temindung yang berada di tengah kota itu lumpuh total akibat landasan pacu (run way) tergenang air mencapai 20 Cm.
    
Sejumlah warga di kawasan Jl. A. Yani, Jl Pemuda I, Jl Pemuda II, Jalan Pemuda III, Jl Pemuda IV, Jl. Remaja, Jl. Pelita, Dr. Soetomo, Jl. Belibis serta kawasan padat penduduk di Sungai Pinang Dalam serta Sungai Siring terlihat memanfaatkan perahu mainan itu untuk mengevakuasi barang-barangnya karena ketinggian air terus meningkat.
    
Selain perahu mainan, sebagian warga terlihat menggunakan baskom besar untuk membawa barang-barangnya ke lokasi bebas banjir. Sementara itu, tim penanganan banjir dari Dinas Perhubungan serta Korem 091/Aji Suryanata Kusuma terlihat ikut membantu evakuasi warga di kawasan Pemuda dan Sungai Siring meskipun jumlah personilnya terbatas.
    
Beberapa warga memanfaatkan banjir tersebut dengan memberikan layanan perahu sewaan untuk mengevakuasi barang dengan harga Rp35.000 untuk sekali angkut. Seperti terlihat di kawasan Dr. Soetomo Samarinda.
    
Beberapa daerah di Samarinda kini menjadi lokasi terisolir karena hanya dapat dijangkau dengan perahu akibat ketinggian air mencapai 1,5 meter, seperti terlihat di Dr. Soetomo, Jl. Remaja, Jl. Tengkukur, Jl Pemuda I-IV serta kawasan Sungai Siring. Kawasan itu kian terisolir karena layanan air bersih dan listrik terhenti.
     
Banjir di Samarinda diperkirakan akibat Waduk Benanga, Desa Lempake --20 Km arah utara dari pusat kota-- tidak mampu menahan jutaan meter kubik debit air hujan sehingga meluap melalui Sungai Karang Mumus serta merendam sebagian kawasan "Kota Tepian" itu.
     
Diperkirakan sedikitnya 35.000 jiwa warga "Kota Tepian" itu menjadi korban banjir. Banjir kali ini disebut-sebut nyaris sama dengan musibah yang sama pada 1998.
     
Banjir 1998 terjadi akibat faktor fenomena alam La Nina, ditandai dengan curah dan itensitas hujan di atas normal sehingga tanggul Waduk Benanga jebol akibat tidak menahan jutaan meter kubik debit air hujan. Pada musibah 1998 itu,  menyebabkan puluhan ribu warga Samarinda menjadi korban banjir, serta empat orang tewas.
     
Faktor yang diduga menyebabkan Samarinda kian rawan banjir di antaranya, yakni  kehadiran 44 perusahaan pemegang KP (kuasa penambangan) batu bara, pengupasan lahan untuk perkantoran dan perumahan, serta kurang berfungsinya drainase.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com