Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (105): Ruang Gawat Darurat

Kompas.com - 29/12/2008, 10:02 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]


Jarum infus disuntikkan ke tangan saya yang sudah menguning. Saya ingin berbaring, tapi tak bisa. Sudah ada dua orang lain di atas dipan. Mata kuning pekat pasien-pasien lain membuat saya semakin takut. Sementara anjing kecil berkeliaran di antara kasur ruang gawat darurat rumah sakit ini.

Rumah Sakit Lady Hardinge didirikan lebih dari 90 tahun lalu ketika Ratu Mary mengunjungi New Delhi. Sekarang rumah sakit yang merangkap sebagai sekolah kedokteran ini adalah salah satu yang paling direkomendasikan di ibu kota. Saya pun menaruh harapan kesembuhan dari penyakit kuning.

Tetapi perjuangan masih panjang. Ratusan orang lalu lalang tanpa henti di halaman rumah sakit. Gedungnya besar sekali, saya tak tahu harus ke mana. Puluhan perempuan duduk bersila di atas lantai karena tidak ada cukup tempat duduk. Sampah berserakan di mana-mana. Tak ada tempat bertanya karena semua orang sibuk dengan urusan masing-masing. Orang sakit punya egoisme yang tinggi juga.

Susah payah saya menemukan ruang konsultasi. Sudah ada antrean dua puluhan pasien perempuan. Masing-masing membawa formulir registrasi.

          “Di mana kita bisa mendapat formulir?” saya bertanya pada seorang pasien yang menutup wajahnya dengan kerudung. Ia tak memberi jawaban jelas.

Saya kembali berkeliling gedung rumah sakit besar itu, mencari-cari loket kecil yang membagikan formulir. Koridor-koridor gelap penuh sampah, puluhan orang yang duduk bersila di atas lantai menunggu giliran, bau obat-obatan, dokter dan pasien yang lalu lalang, gedung-gedung yang berpencaran, semuanya campur aduk membuat rumah sakit ini hiruk pikuk.

           “Tak perlu formulir,” kata suster di loket registrasi, setelah saya susah payah menemukannya, “kamu langsung tunggu saja, bicara langsung dengan dokter.”
           “Tetapi semua orang yang lain bawa formulir?”
           “Saya bilang tidak perlu!” wanita itu galak membentak.

Saya kembali lagi ke antrean ruang konsultasi.

Barisan pasien ini maju lambat-lambat. Baru setelah satu jam lebih saya bisa melihat wajah dokter muda itu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com