Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tiga Tungku di Borneo Barat

Kompas.com - 16/02/2009, 13:46 WIB

BERBICARA mengenai politik di Kalimantan Barat nyaris selalu terkait dengan tiga suku bangsa besar, Melayu, Dayak, dan Tionghoa. Bahkan, ada singkatan kata yang dikenal di sebagian masyarakat Kalbar, yakni ”sambas”. Sebutan itu bukan mengacu pada nama salah satu kabupaten di provinsi ini, melainkan merupakan gabungan dari kata ”sam” yang dalam terminologi bahasa Tionghoa berarti tiga dan ”bas” yang artinya bangsa. Istilah ini tak lain merujuk pada tiga etnik tersebut di atas.

”Intinya, etnik-etnik itu adalah tiga tungku dalam kehidupan masyarakat Kalimantan Barat,” ujar Ketua Asosiasi Ilmu Politik Kalimantan Barat Gusti Suryansyah.

Kelompok etnik Melayu, yang merunut sejarahnya berasal dari Malaysia dan Sumatera Timur, umumnya mendiami kawasan perairan Kalimantan Barat. Menurut sensus penduduk yang terakhir dilakukan Badan Pusat Statistik, tahun 2000 proporsi penduduk Melayu Sambas dan Melayu Pontianak mencapai 19 persen.

Untuk membedakan kalangan mereka biasanya didasarkan pada daerah tempat tinggal. Misalnya, Melayu yang tinggal di Kabupaten Landak disebut Melayu Landak. Mata pencarian utama suku bangsa ini adalah petani dan nelayan meski sekarang tidak sedikit juga yang menjadi pegawai negeri, swasta, atau pedagang.

Kelompok etnik Dayak umumnya mendiami daerah pedalaman Kalimantan Barat dan terbagi dalam banyak subetnik. Dalam buku Mozaik Dayak: Keberagaman Subsuku dan Bahasa Dayak di Kalimantan Barat terbitan Institut Dayakologi (2008) disebutkan bahwa suku Dayak terbagi hingga sebanyak 151 subetnik. Proporsi penduduk dari tiga subetnik dominan dari suku bangsa Dayak di Kalbar, yakni Kendayan, Darat, dan Pesaguan, mencapai 20 persen.

Sementara itu, etnik Tionghoa juga terbagi dalam sejumlah subetnik. Namun, paling tidak ada dua etnik besar yang mendiami Kalbar, yaitu Hakka (Khek) dan Tewciu atau Hoklo. Orang Hakka banyak berada di pedalaman, bekerja sebagai penambang emas di Montoredo (wilayah Kabupaten Landak), dan sebagian lainnya bertani. Sementara orang Tewcu biasanya bekerja sebagai pedagang dan banyak mendiami kawasan perkotaan di Kalbar, misalnya di Kota Pontianak dan Kabupaten Pontianak. Proporsi penduduk etnik Tionghoa di Kalbar mencapai 9,4 persen.

Pembagian tiga etnik besar tersebut masih hidup sampai sekarang. Paling tidak pengaruh kewilayahan budaya ini terbukti berpengaruh pada pertarungan politik di Kalbar ketika berlangsung ajang pemilihan kepala daerah.

Partai Golkar dan PDI-P, yang mendominasi perolehan suara dalam pemilu legislatif, tak selalu berhasil mengegolkan calon yang diusung dalam kancah pilkada. Tanpa berkoalisi, Partai Golkar hanya memenangkan calonnya di Kabupaten Kapuas Hulu, Ketapang, dan Sanggau. Sementara PDI-P hanya berhasil mengegolkan calonnya di Kabupaten Bengkayang dan Kabupaten Landak. Dalam pemilihan gubernur, pasangan calon dari PDI-P, Cornelis-Cristiandy Sanjaya, kombinasi Dayak dan Tionghoa, banyak mendapatkan dukungan dari Kabupaten Bengkayang, Landak, Sanggau, Sekadau, Sintang, Melawi, Kapuas Hulu, dan Kota Singkawang.

Dalam skala politik lokal, kesadaran dari tiap-tiap etnik untuk memunculkan eksistensinya masih kental. Itu sebabnya asal-usul seorang calon kepala daerah menjadi pertimbangan penting bagi pemilih. Di kalangan etnik Tionghoa juga muncul kesadaran eksistensi etnik. Di Kota Singkawang, yang sebagian besar penduduknya adalah Tionghoa, terpilih wali kota dari etnik itu.

Syarief Ibrahim Al Qadrie, sosiolog Universitas Tanjungpura, mengungkapkan bahwa di Kalbar etnis lebih dominan dalam memengaruhi peta kekuatan politik daripada agama. ”Di Kalimantan Barat, masyarakat cenderung melihat sosok dari sisi etnis ketimbang agama. Latar belakang agama seorang calon agaknya tidak terlalu menjadi pertimbangan pemilih,” ujarnya. (Bima Baskara)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com