Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meniti Kayu Bekas Gudang Abad Ke-17

Kompas.com - 14/04/2009, 14:04 WIB

KOMPAS.com — Bagaikan sebuah koor, berbagai komentar miris langsung keluar dari puluhan mulut peserta Jelajah Budaya ketika mereka melihat deretan bangunan bekas gudang di belakang Museum Bahari. Sore menjelang petang pada Sabtu pekan lalu merupakan sore yang, bisa jadi, tak terlupakan buat peserta Jelajah Kota Toea yang mengusung tema "Gudang Panggung di Batavia".

Ketika matahari sudah mulai condong ke barat, ketika suasana di sekitar gudang yang dikerumuni air begitu senyapkecuali bunyi kecipak air dan teriakan dari anak-anak yang bermain di "danau" yang mengepung bekas gudang rempah-rempahketika itu pula rombongan terakhir "penjelajah" Kota Toea tiba di kompleks gudang.

Tak hanya memandang dari kejauhan, mereka juga meniti jalan menuju gudang tertua di kawasan itu, sebuah gudang sezaman dengan Museum Bahari yang dibangun pada abad ke-17. Gudang penyimpan pala, lada, kopi, teh, dan lain-lain yang disebut Westzijdsche Pakhuizen atau gudang di tepi barat. Sebuah bangunan penuh sejarah dengan kondisi menanti ambruk. Atap bangunan ini sudah roboh, kondisi di dalam lebih parah karena air merendam bangunan ini ditambah sampah yang menumpuk.

Kondisi bangunan bekas gudang dari periode yang lebih muda, antara abad ke-17 dan ke-18, juga terendam. Air menjadi pemandangan utama dengan bangunan bekas gudang berada di tengah-tengah. Tak ada akses untuk bisa menelusur bangunan- bangunan tersebut. Hanya ada akses menuju bangunan yang lebih tua dengan meniti papan-papan kayu bekas gudang-gudang itu.

Ya, perjalanan menuju gudang yang juga menyelipkan bekas tembok kota Batavia bagian barat itu harus dilalui dengan meniti papan-papan kayu jati dari antara abad ke-17 dan ke-18 dengan air kotor, yang sudah lebih dari 12 tahun merendam kawasan itu, berjarak tak sampai 10 cm di bawah papan.

Perasaan peserta pun campur aduk. Meniti papan dari ratusan tahun lalu, melihat dari dekat bangunan bekas gudang, menyentuh bekas pintu masuk tembok kota yang sudah ditutup semen, sejauh mata memandang terlihat bangunan kokoh dari ratusan tahun lalu. Namun, pada saat yang bersamaan juga merasa miris dengan kondisi kawasan.
 
Seorang peserta bertanya sekenanya, "Pejabat ada yang udah pernah ke sini enggak, ya?" Peserta lain menimpali, "Iya, harusnya mereka lihat, nih, kita-kita aja mau ke sini. Ini kan aset Jakarta." Warta Kota, yang ada di belakang mereka, hanya bisa menyungging senyum.

Andai Jacques de Bollan, yang membangun gudang-gudang itu, masih bisa menyaksikan hasil karyanya dari puncak Menara Syahbandar, menyaksikan kayu-kayu jati kokoh penyangga bangunan gudang kini sebagian kecil sambung menyambung menjadi titian. Andai.... Entah apa yang berkecamuk dalam benaknya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com