Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Telur Asin, Telur Pitan, Roti Talua

Kompas.com - 27/04/2009, 10:07 WIB

Telur asin sekarang sedang naik daun. Banyak hidangan kreasi baru yang diolah dengan telur asin. Sudah pernah mencicipi udang telur asin atau kepiting telur asin? Favorit saya untuk kedua jenis masakan ini masih tetap “Li Yen” di Jalan Asemka, Glodok.

Telur awetan lain yang saya sukai adalah telur pitan. Dalam bahasa Inggris, sajian ini disebut century egg, atau one-thousand-year egg. Setelah direbus, telur pitan siap disantap. Bagian putih telurnya sudah menjadi seperti agar-agar transparan berwarna kecoklatan. Bagian kuning telurnya berwarna kehitaman. Baunya seperti belerang campur amonia. Tidak heran bila muncul banyak dugaan bahwa di masa lalu telur pitan dibuat dengan merendamnya dalam air kencing kuda.

Telur pitan dibuat dengan mengawetkan telur itik – bisa juga telur ayam atau telur burung puyuh – di dalam campuran tanah liat, abu, garam, kapur, dan kulit gabah selama beberapa minggu, kadang-kadang malah sampai beberapa bulan.

Paling enak telur pitan dicampur dengan rajangan halus daun bawang, disantap dengan bubur ikan atau bubur ayam yang panas. Sluuuurp! Di Hong Kong, saya pernah mencicipi telur pitan digoreng dengan tepung (battered and breaded). Dijual di pinggir jalan, telur pitan goreng ini ternyata merupakan cemilan populer di sana.

Di Taiwan, orang suka makan tahu rebus yang sudah didinginkan, dengan topping telur pitan, katsuobushi (serutan halus ikan cakalang kering), dan minyak wijen. Sekalipun kalah populer dibanding cho tofu (tahu bau), saya termasuk penggemar hidangan ini.

Di beberapa restoran masakan Tionghoa di Jakarta ada sajian berupa tumis sayur – biasanya tomio – dengan cacahan telur asin dan telur pitan. Ah, tentu saja, ini tidak pernah saya lewatkan.

Harus diakui, tidak semua orang menyukai telur pitan. Melihat penampilannya saja sudah banyak orang yang langsung jijik dan menyingkirkannya. Telur pitan memang merupakan salah satu kenikmatan yang perlu dipelajari. Acquired taste!

Anda tentu pernah mendengar tentang balut di Filipina? Balut tidak termasuk telur awetan. Bahkan tidak melalui proses khusus. Balut adalah telur yang sudah dierami dan sudah terbentuk embrio di dalamnya. Telur dengan embrio muda ini – sudah terasa bulunya ketika dimakan – direbus tiga perempat matang, lalu disantap. Banyak pria Filipina makan setengah lusin balut sambil menenggak sebotol bir karena percaya bahwa ramuan ini adalah “the poor man’s Viagra”.

Teman saya, Marchell dan Vieldhie, baru-baru ini berkunjung ke Siem Reap, Kamboja. Ketika melihat foto-foto hasil jepretan mereka di perjalanan, saya melihat sajian pinggir jalan yang sangat mirip balut. Bedanya, di Kamboja, embrio di dalam telurnya bahkan sudah lebih dewasa dibanding balut di Filipina. Mungkin dimasak hanya dua hari sebelum menetas. Jangan coba-coba memaksa saya untuk mencicipi yang satu ini. Plis, deeeh!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com