Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (199): Perempuan Pakistan di Mata Seorang Gadis Malaysia

Kompas.com - 11/05/2009, 07:52 WIB

 

[Tayang:  Senin - Jumat]

Masih ingat Lam Li, gadis Malaysia yang berkeliling dunia seorang diri? Setelah berkeliling negeri sendiri-sendiri, sekarang kami berjumpa lagi di Peshawar, dan saling berbagi pengalaman dari Pakistan.

Sebelum masuk Pakistan Lam Li sudah dipenuhi oleh ketakutan tentang betapa seramnya kelakuan laki-laki Paksitan terhadap perempuan. Banyak cerita backpacker perempuan yang mengalami pelecehan seksual selama di Pakistan, mulai dari gerombolan laki-laki yang tak pernah puas memandangi tubuh wanita dari ujung kepala sampai ujung kaki, hingga kategori lelaki jalanan yang menjamah dan meremas. Jangankan perempuan, sebagai laki-laki asing pun saya sering mengalami pelecehan.

Tetapi ternyata sudah hampir dua bulan Lam Li di sini, sama sekali ia tak mengalami pengalaman tak mengenakkan macam itu. Malah ia sempat terharu oleh keramahtamahan orang Pakistan.  Ketika ia baru menyeberang dari India, di Lahore ia langsung diundang menginap di rumah keluarga tukang rikshaw. Abang si tukang rickshaw adalah resepsionis hotel. Bersama orang tua, istri-istri, dan anak-anak, tiga generasi keluarga besar ini tinggal bersama. Dari rumah mungil inilah, ia mulai mereka-reka serpihan Pakistan.
 
          “Menjadi perempuan asing itu berarti punya identitas ganda,” kata Lam Li.

Ia bebas makan dan ngobrol bersama kaum pria di keluarga itu. Di lain waktu, Lam Li pun punya akses ke bagian terdalam rumah, berbagi cerita dan gosip dengan kaum perempuan anggota keluarga. Ini hampir mustahil dialami oleh lelaki, baik pria Pakistan maupun pria asing mana pun.

Dari berbagai cerita Lam Li, saya sangat terkesima mendengar pelbagai seluk beluk Pakistan yang selama ini tak pernah terjangkau mata saya. Misalnya, barang apa yang ramai dirumpikan oleh kaum wanita Pakistan?

Jangan kaget kalau mereka, seperti perempuan di belahan bumi lainnya, juga suka berdiskusi tentang kecantikan. Kaum hawa Pakistan yang hampir tak nampak sama sekali di jalanan, dan kalau keluar pun selalu terbungkus rapat dalam purdah atau burqa, juga suka merumpikan kosmetik paling mutahir, pelembab yang paling nyaman, bahkan teknik paling manjur untuk menghilangkan bulu badan.

          “Sebenarnya hidup mereka sangat nyaman,” Lam Li yang mengisahkan pengalamannya beberapa hari tinggal di sudut rumah keluarga Pakistan, “Mereka hanya menyiapkan sarapan, makan siang, memasak, bersih-bersih rumah. Selepas itu mereka dah boleh lagi berhias.”

Pertama-tama menghias alis mata. Alis yang dicukur rapi menambah indahnya mata mereka yang cantik. Kemudian mengecat kuku dan tangan dengan henna. Ini adalah kegiatan sosialisasi para wanita di rumah itu. Mereka saling mengecat sambil merumpi tanpa henti. Mereka menghabiskan waktu berjam-jam untuk menorehkan sebuah karya seni yang indah di atas badan mereka, dan begitu keluar rumah, semua kecantikan itu tersembunyi dalam balutan cadar yang tertutup rapat.

Pernah suatu hari Lam Li diajak nonton bioskop bersama seluruh anggota keluarga. Kaum perempuan keluarga itu sedari sore sibuk memilih pakaian, mematutkan diri di kaca, menghiasi sekujur wajah dan tangan dengan berbagai pewarna, belum lagi lusinan gelang, anting, cincin, ... Hanya untuk menonton bioskop pun butuh waktu tiga jam untuk berdandan. Dan begitu keluar rumah, sim salabim, rombongan putri cantik itu berubah wujud menjadi sosok tubuh dalam kain hitam pekat. Yang tersisa cuma pasang-pasang mata besar. Kecantikan mereka yang tiada tara itu hanya diperuntukkan bagi para suami tercinta.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com