Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (201): Di Atas Charpoi

Kompas.com - 13/05/2009, 18:52 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]


Malam bertabur bintang. Kami duduk di atas charpoi di pekarangan rumah kerabat Ziarat Gul dari Safed Sang. Dalam remang-remang lampu petromaks, saya memandangi wajah kawan-kawan baru saya.

Rumah ini bukan rumah Ziarat, melainkan rumah seorang kawannya. Rumah ini tertutup rapat dari luar, seperti halnya kultur Muslim Pakistan yang ketat yang tak mengizinkan perempuan anggota keluarga sampai terlihat orang lain. Tetapi di balik tembok padat yang melingkar, ada halaman luas terhampar. Musim panas Peshawar memang tanpa ampun, tetapi malam yang sejuk sungguh nikmat menikmati angin sepoi-sepoi di halaman rumah.

Kami duduk di atas charpoi – kasur tradisional Asia Selatan berukuran memanjang, dengan empat kaki dari kayu, dan jalinan tali tambang sebagai tempat tidur. Satu charpoi cukup untuk satu orang tidur, tetapi bisa juga diduduki tiga orang. Duduk di atas charpoi di bawah tudung langit malam yang cerah adalah kenikmatan tak terhingga setelah hari panas yang melelahkan berakhir. Di hadapan saya banyak sekali kawan baru. Satu per satu diperkenalkan, tetapi saya tak ingat semua nama mereka.

Seorang pria berusia 38 tahun adalah kakak yang paling tua. Adiknya yang gemuk berumur 25 tahun adalah teman Ziarat. Ada dua adik lagi, umurnya 12 dan 10 tahun, yang menjadi ‘pelayan’ dengan menyiapkan sebaki nasi dan sepoci es sirup. Semuanya laki-laki, kakak beradik. Tetapi mestinya ada juga saudara-saudara perempuan, yang seperti biasa dalam kultur Pashtun, adalah mahluk yang tak nampak di mata orang asing. Saya hanya mendengar suara perempuan berbisik-bisik dan tertawa-tawa, sebelum akhirnya disuruh diam oleh si pria gemuk.

          “Perempuan itu seperti bunga yang indah,” kata si lelaki yang paling tua, “kecantikan mereka harus dilindungi dan dijaga.”

Baginya, burqa, kerudung yang menutup rapat tubuh wanita Pashtun dari ujung kepala sampai ujung kaki, adalah busana wajib menurut jalan Islam untuk melindungi kecantikan perempuan.

          “Ya. Pashtun, behtarin Musliman...! Pashtun adalah Musliman yang terbaik!” seru kawan Ziarat yang gemuk.

Ziarat sendiri adalah tipe orang yang mengharamkan musik dan menganggap perempuan yang bekerja adalah tanda-tanda kemiskinan.

          “Hanya keluarga miskin dan negara miskin yang mengizinkan perempuan bekerja.”

Ziarat memang masih muda. Umurnya belum juga genap 20 tahun. Ia masih meraba dunia secara tekstual. Caranya memandang segala sesuatu masih dengan pedoman pasangan hitam-putih dan benar-salah. Saya ingat, tadi pagi ia baru ‘menguji’ saya yang lulusan teknik komputer dengan pertanyaan yang menurutnya paling penting.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com