Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masjid Sultan Riau Dibangun dengan Putih Telur?

Kompas.com - 06/06/2009, 09:11 WIB

Sebenarnya, masih ada satu lagi mushaf Al Quran tulisan tangan yang terdapat di masjid ini, namun tidak diperlihatkan untuk umum. Usianya lebih tua dibanding mushaf yang satunya karena dibuat pada tahun 1752 M. Di bingkai mushaf yang tidak diketahui siapa penulisnya ini terdapat tafsiran-tafsiran dari ayat-ayat Al Quran. Hal ini mengindikasikan bahwa orang-orang Melayu tidak hanya menulis ulang mushaf, tetapi juga mencoba menerjemahkannya. Sayangnya, mushaf tersebut tidak dapat diperlihatkan kepada pengunjung lantaran kondisinya sudah rusak. Mushaf ini tersimpan bersama sekitar 300 kitab di dalam dua lemari yang berada di sayap kanan depan masjid. Pengunjung juga dilarang untuk mengambil foto di dalam masjid.

Benda lainnya yang menarik untuk dilihat adalah sebuah mimbar yang terbuat dari kayu jati. Mimbar ini khusus didatangkan dari Jepara, sebuah kota kecil di pesisir pantai utara yang terkenal dengan kerajinan ukirnya sejak lama. Sebenarnya, ada dua mimbar yang dipesan waktu itu, yang satu adalah mimbar yang diletakkan di Masjid Sultan Riau ini, sedangkan yang satunya lagi, yang berukuran lebih kecil, diletakkan di masjid di daerah Daik. 

Di dekat mimbar, Masjid Sultan Riau ini tersimpan sepiring pasir yang konon berasal dari tanah Mekkah al-Mukarramah, melengkapi benda-benda lainnya seperti permadani dari Turki dan lampu kristal. Pasir ini dibawa oleh Raja Ahmad Engku Haji Tua, bangsawan Riau pertama yang menunaikan ibadah haji, yaitu pada tahun 1820 M. Pasir tersebut biasa digunakan masyarakat setempat pada upacara jejak tanah, suatu tradisi menginjak tanah untuk pertama kali bagi anak-anak.

Selain itu, masjid yang memiliki tujuh pintu dan enam jendela ini juga dilengkapi dengan beberapa bangunan penunjang, seperti tempat wudhu, rumah sotoh, dan balai tempat melakukan musyawarah. Bangunan tempat mengambil air wudu berada di sebelah kanan dan kiri masjid. Adapun rumah sotoh dan balai tempat pertemuan berada di bagian kanan dan kiri halaman depan masjid. 

Balai-balai yang bentuknya menyerupai rumah panggung tak berdinding ini dulu digunakan sebagai tempat untuk menunggu waktu shalat dan berbuka puasa pada bulan Ramadhan, sedangkan rumah sotoh, bangunan dengan gaya arsitektur menyerupai rumah di Arab namun beratap genting ini, sebelumnya merupakan tempat untuk bermusyawarah dan mempelajari ilmu agama. Beberapa ulama terkenal Riau pada masa itu, seperti Syekh Ahmad Jabrati, Syekh Arsyad Banjar, Syekh Ismail, dan Haji Shahabuddin, pernah mengajarkan ilmu agama di tempat ini.

Masjid Raya Sultan Riau terletak di Pulau Penyengat, Kota Tanjung Pinang, Provinsi Kepulauan Riau. Dari dermaga Sri Bintan Pura, Tanjung Pinang, pengunjung dapat menaiki pompong untuk mencapai pulau ini. Untuk memasuki lokasi ini, pengunjung tidak dipungut biaya. Namun, bagi pengunjung yang ingin beramal, di pintu utama masjid terdapat kotak amal, atau dapat diberikan langsung kepada pengurus masjid.

Di Pulau Penyengat, pengunjung juga dapat menjumpai cukup banyak rumah makan yang menjajakan masakan khas Melayu dan rumah penginapan yang dikelola penduduk setempat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com