Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Popularitas Tumpeng di Singapura

Kompas.com - 15/06/2009, 13:49 WIB

Sekalipun Thaksin Sinawatra masih menjadi persona non grata yang tidak diperkenankan pulang ke tanah airnya sendiri, ia setidaknya telah berjasa karena menjadi ujung tombak sebuah program besar “Thai Kitchen to the World” yang berhasil menabur lebih dari 20.000 restoran masakan Thai di seluruh dunia.

Bagaimana prestasi kita untuk membuat kuliner Indonesia tidak sekadar jago kandang? He he, don’t play-play, yes? Don’t be kaypoh, la. Jelek-jelek kita juga sudah lumayan berhasil kok membawa masakan Indonesia menyeberang lautan. Tanpa dukungan Pemerintah, ekonomi kreatif berbasis budaya ternyata sudah memunculkan beberapa pebisnis di bidang kuliner untuk coba-coba di luar negeri. Apalagi kalau nanti ada dukungan Pemerintah?

Di negara tetangga kita yang paling dekat, yaitu Singapura, masakan Indonesia sudah cukup dikenal. Maklum, orang Singapura terkenal sebagai “tukang makan”. Mereka gemar bertualang untuk memanjakan lidah, mencari makanan-makanan enak. Apalagi dengan lidah Asia mereka, masakan Indonesia tentulah mudah disukai.

Sudah sejak lama orang Singapura mengenal RM Hajjah Maimunah di Jalan Pisang. Rumah makan ini menyajikan masakan minang yang cukup otentik. Ikan selar bakar, paru balado, dan sayur nangka muda – dan belasan masakan lainnya – yang ditawarkannya, tidak saja menjadi pengobat rindu bagi masyarakat Indonesia yang sedang bermuhibah ke sana, tetapi juga membelai lidah orang-orang Singapura. Jangan lupa mencicipi siput sedut (kol nenek) dalam gulai encer yang lezat.

Popularitas Hajjah Maimunah di tataran akar rumput rupanya membawa Salero Bagindo – jaringan rumah makan masakan minang di Indonesia – cepat menebar beberapa cabangnya ke Singapura. Di beberapa mal di Singapura, dulu, sempat hadir beberapa gerai Salero Bagindo. Entah kenapa, Salero Bagindo tiba-tiba menghilang. Bahkan yang di Jakarta pun saya tak pernah melihatnya lagi.

Sekarang, di Singapura sudah hadir cabang RM Garuda. Jaringan yang satu ini memulai popularitasnya di Medan, kemudian merambah Jakarta, dan cabangnya di Singapura cukup berkibar. Lokasinya pun di daerah elite, tidak nyempil seperti Hajjah Maimunah. Bahkan, bekerja sama dengan Tung Lok Group, Garuda sekarang juga sudah hadir di Vivo City Centre, sebuah mal papan atas di Singapura.

Masakan padang memang cukup populer di Singapura. Tidak saja di antara masyarakat puak Melayu, melainkan juga orang-orang Tionghoa, India, bahkan orang-orang Kaukasia. Belum lama ini saya melihat Warong M. Nasir Indonesian Nasi Padang yang tiba-tiba muncul di sebelah Killiney Kopitiam. Sebelumnya, di Keong Saik juga ada Yanti Masakan Padang. Atau Pagi-Sore di Telok Ayer Street. Dan banyak lagi, termasuk gerai-gerai kecil yang hadir di berbagai food court. Tulisan “Masakan Padang” cukup hadir mewakili eksistensi kuliner Indonesia di Singapura.

Di Newton Circus, salah satu tempat makan yang dijadikan ikon pariwisata Singapura, juga tampak banyak gerai memakai “Masakan Indonesia” – sekalipun masih tampak hanya sebagai embel-embel. Tampak sekali usaha mereka untuk menarik orang-orang yang mencari makanan halal – khususnya wisatawan dari Indonesia – dengan “penempelan” istilah Indonesia.

Selain masakan minang, masakan “Jawa” pun mulai terasa kehadirannya di Singapura. Sejak tiga tahun terakhir ini, di beberapa sudut Singapura tampak beberapa gerai yang menawarkan ayam penyet. Ada Ria, ada Ojolali. Ada juga yang hadir tanpa nama. Cukup dengan menekankan pada kata “Ayam Penyet” yang rupanya memang sudah mulai dikenal. Sayangnya, keberadaan mereka masih agak di pinggiran. Belum tampil di center stage panggung kuliner Singapura.

Ada juga House of Soto yang tampaknya berusaha memerkenalkan soto sebagai salah satu masakan Indonesia yang juara kepada lidah Singapura yang memang pemilih. Di kawasan East Coast yang memang terkenal untuk hidangan seafood, juga muncul Pondok Gurame sebagai alternatif. Juga Pondok Jawa Timur di Takashimaya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com