Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mandi Uap di Pondok Wisata Borobudur

Kompas.com - 17/07/2009, 21:32 WIB

MAGELANG, KOMPAS.com — Pagelaran Borobudur International Festival (BIF) di Kompleks Candi Borobudur, sejak Kamis (16/7) hingga Senin (20/7) tidak hanya hotel berbintang dan hotel kelas melati yang meraup keuntungan, tetapi pondok wisata yang dikelola sebagian warga juga ikut kecipratan rezeki.

Salah satu di antaranya pondok wisata Wahyu Utomo milik pasangan suami istri Isa Ardani-Siti Rochana, yang berlokasi di lingkungan Bojong RT 05 RW 10 Kelurahan Mendut, Kecamatan Mungkid, 16 kilometer selatan Kabupaten Magelang. Atau hanya 10 menit berkendaraan sudah tiba di Candi Borobudur yang didirikan tahun 800-an.

"Kami memperoleh 4 tamu dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kudus yang bertugas menjaga stan Situs Patiayam di arena BIF. Nama pondok kami ambilkan dari sebagian nama anak tunggal kami Andika Wahyu Utomo," tutur Isa.

Pondok wisata yang menyatu dengan rumah Isa tersebut memperoleh izin usaha berdasarkan keputusan Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Jawa Tengah, 28 Mei 1997, dengan 3 kamar dan memperoleh bantuan dana rehabilitasi rumah Rp 4 juta. Kami akan membangun 5 kamar lagi, tambah Isa.

Suami istri yang masih aktif sebagai pegawai negeri sipil ini memasang tarif satu kamar Rp 75.000/hari dan bersedia untuk menyediakan makan dengan tarif kekeluargaan. Artinya menyesuaikan kondisi keuangan para tamu dan menu makanannya juga sama dengan menu makanan harian yang disantap keluarga Isa. Kami memang tidak semata-mata mencari keuntungan. Lebih bersifat membantu dan merajut persaudaraan dengan warga lain dari luar Kabupaten Magelang. Bila tidak ada kegiatan festival atau berbagai bentuk kegiatan yang menyedot banyak tamu, tamu rutin kami kalangan peserta praktik kerja Taman Anggrek Borobudur, tuturnya.

Pondok wisata Wahyu Utomo memang tidak didesain sebagai layaknya hotel kelas melati, apalagi kelas berbintang, tetapi apa adanya. Sebuah ruang tamu dengan dua setel meja kursi, teras cukup luas yang dipenuhi dengan aneka jenis anggrek. Beberapa kamar mandi dan WC. Lumayan nyaman dan mengirit biaya, menyesuaikan dengan anggaran kantor, tutur Suyanto, staf Seksi Sejarah Museum Kepurbakalaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kudus.

Sedangkan usaha mandi uap baru berlangsung sejak beberapa bulan terakhir. Setelah didesak-desak, setengah dipaksa salah satu sahabat karibnya. Itu pun melalui proses uji coba melalui teman-teman kantor dan tetangga.

Setelah itu baru dioperasikan dengan modal satu tabung gas, tiga tempat untuk memproses bahan baku mandi uap yang terdiri 14 macam empon-empon dan tiga tempat untuk mandi uap. Ini untuk menambah fasilitas bagi wisatawan, tetapi tetap terbuka untuk teman-teman kantor. Tarifnya Rp 20.000/orang. Khasiatnya menyegarkan badan, menghilangkan letih lesu, menghilangkan bau badan, mengharumkan daerah kewanitaan hingga menghaluskan kulit, tutur Isa.

Proses mandi uap biasanya berlangsung selama seperempat jam. Artinya, selama itu orang yang mandi dimasukkan ke dalam semacam bak untuk tempat duduk dan di seputarnya diselimuti sejenis plastik dan tinggal menyisakan kepala saja yang tampak masih nongol di permukaan. Bila tidak tahan, bisa dilakukan secara bertahap tergantung dari kondisi tubuh masing-masing. Selama berada dalam bak, yang bersangkutan bisa mengeruk dekil tubuhnya dengan cethok aluminium. Setelah cucuran keringat mengering karena proses pembakaran, diakhiri dengan mandi air biasa. Dijamin tubuh berubah menjadi segar karena peredaran darah di sekujur tubuh lancar kembali, tutur Isa. (SUP).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com