Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dendang Melayu

Kompas.com - 18/08/2009, 13:20 WIB

Saya juga mendapat informasi agar mencicipi berbagai jenis ikan bakar di RM Sakurasa, di Jalan Pemuda. Yang satu ini adalah sebuah warung di pinggir jalan yang hanya buka sore hingga malam, menumpang di pelataran sebuah kedai kopi. Berbagai ikan segar disediakan di dalam kotak es, seperti ikan lebam (baronang), ikan bulat (ikan kuwe = trevally), cumi-cumi, dan ikan belanak. Uniknya, berbeda dengan kebanyakan penjual ikan bakar pinggir jalan, di sini ikannya direndam dalam kuah kuning. Selama proses pembakaran, beberapa kali dilakukan pelumuran ulang dengan kuah kuning ini. Tanpa kecap, tanpa mentega, tanpa sambal—seperti yang umumnya dilakukan penjual ikan bakar.

Yang juga sangat saya sukai adalah bahwa ikan bakarnya disajikan dengan lalap sayur yang unik, yaitu kecipir kukus dan ketimun, dengan sambal blacan yang cantik. Bumbu kuning dan sambal yang soft ini membuat kita dapat lebih menikmati manis dan segarnya ikan bakar. Saya harus memberi acungan jempol untuk sajian ini, sekalipun untuk kelas pinggir jalan harganya tidaklah terlalu murah.

Sayang sekali, saya tidak sempat mengajak teman-teman ikut side trip untuk kunjungan ke dua tempat makan istimewa itu. Maklum, kebanyakan mereka bukanlah jenis foodies yang terbiasa mencicipi makanan di sepuluh tempat dalam sehari. Selain itu, semua juga sedang heboh menyiapkan diri untuk acara malam harinya.

Malam itu kami diundang makan malam oleh Gubernur Kepulauan Riau. Dress code-nya adalah pakaian tradisional Melayu. Duh duh aduuuh! Ibu-ibu yang cantik dan wangi semakin berkilau dalam balutan sarung-kebaya Melayu. Bapak-bapak pun tidak kalah bersolek dengan sarung songket gemerlap. Mau tidak mau, segera kelihatan bahwa masih banyak di antara kita yang sebetulnya kurang mengenal tata cara busana adat. Apalagi bila busana yang kita kenakan bukanlah berasal dari adat kita sendiri.

Ibu-ibu, misalnya, masih belum banyak yang tahu bahwa kepala sarung harus berada di belakang. Itu tandanya perempuan yang mengenakan sudah menikah. Bila masih gadis, kepala sarung di sisi. Bagi kaum pria, selain kepala sarung di belakang, panjang-pendeknya sarung juga punya makna. Yang sudah menikah harus mengenakan sarung dengan panjang hingga ke bawah lutut. Yang belum menikah, di atas lutut. Bila model leher bajunya cekak musang (tanpa kelepak leher), sarungnya di luar baju. Tetapi, bila modelnya dengan leher tegak (banded collar), maka sarungnya harus di dalam baju.

Aha, tentu saja, setelah jamuan makan malam dan berbagai pertunjukan kesenian, para peserta tidak melewatkan kesempatan untuk melemaskan otot-otot kaki dengan melantai dalam dendang Melayu yang membuai. Dubes Portugal yang ikut dalam rombongan juga sempat didaulat untuk menyanyikan lagu folklorik Portugal. Bu Nina memang pintar menyenangkan hati peserta rombongannya.

Hari terakhir acara muhibah Dendang Melayu Warna Warni ini adalah kunjungan ke Museum Melayu di Kampung Glam, Singapura. Kampung Glam memang kawasan yang secara historis merupakan permukiman warga Melayu turun-temurun. Di negeri yang mayoritas warganya keturunan Tionghoa, warga Melayu masih eksis dengan kuat. Kami disambut Wakil Menteri Luar Negeri Singapura yang juga adalah ketua Malay Heritage Foundation. HE Zainul Abidin Rasheed yang mantan wartawan ini juga ternyata merupakan kawan dekat Bang Akbar Tandjung. “Semasa mahasiswa dulu, saya banyak belajar dari HMI dan Bang Akbar ini,” kata Zainul sambil merangkul Bang Akbar.

Kami semua terkesima. Itu dulu! Mereka belajar dari kita. Sekarang kita harus belajar dari mereka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com