Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menhut Evaluasi Tangkubanparahu

Kompas.com - 21/11/2009, 03:30 WIB

Jakarta, Kompas - Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan berjanji akan mempelajari kembali izin pengusahaan kawasan Gunung Tangkubanparahu di Jawa Barat. Kajian mendalam dinilai perlu untuk memutuskan apakah pembangunan di kawasan itu bisa dilanjutkan atau tidak.

”Bukan melulu akan mempelajari aturan formal, tetapi juga kita harus mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat Jawa Barat,” kata Zulkifli saat menerima rombongan Forum Jaga Lembur yang dipimpin musisi Acil Bimbo, Jumat (20/11) pagi di Jakarta.

Dalam kesempatan itu, Acil mengingatkan, masalah Tangkubanparahu adalah masalah sensitif. ”Walaupun Gubernur Jabar (Jawa Barat) sudah meminta agar proyek tersebut dihentikan, di lapangan proyek (pembangunan) masih berjalan sehingga terkesan ada dualisme yang dikhawatirkan akan menimbulkan masalah besar di kemudian hari,” ujarnya.

Dalam konteks itu, Acil meminta Menhut mencabut Surat Keputusan (SK) Menhut Nomor 301/II/2009 tanggal 29 Mei 2009 tentang Pemberian Izin Pengusahaan Pariwisata Alam seluas 250.70 hektar kepada PT Graha Rani Putra Persada (GRPP).

Menurut Acil, dalam perjalanannya, SK Menhut itu tidak sejalan dengan beberapa peraturan Pemerintah Jabar sehingga Gubernur Jabar tidak bersedia menerbitkan rekomendasi. Selain itu, SK Menhut juga menimbulkan perbedaan tafsir di lapangan dengan instansi-instansi terkait.

Gunung Tangkubanparahu punya posisi tersendiri di hati masyarakat Jabar sehubungan dengan legenda dan nilai-nilai yang melekat pada masyarakat Sunda. ”Tidak usah menunggu ada demonstrasi besar-besaran segala,” ujar Acil seraya berharap, pencabutan SK Menhut tersebut menjadi agenda 100 hari Menhut.

Sebagaimana diberitakan, terkait pembangunan Taman Wisata Alam Tangkubanparahu (TWAT) yang dilakukan PT GRPP, Gubernur Jabar telah mengeluarkan surat keputusan yang intinya memerintahkan agar pembangunan TWAT dihentikan. Namun, saat ini PT GRPP masih menguasai wilayah tersebut, khususnya mengelola tiket ke obyek wisata kebanggaan rakyat Jabar itu.

Menurut penggiat Walhi Jabar, Dadang Sutardja, SK Gubernur Jabar seharusnya bukan hanya memerintahkan penghentian pembangunan TWAT, tetapi juga menghentikan pengelolaan Tangkubanparahu oleh PT GRPP. ”Pengelolaan TWAT dikembalikan kepada BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam),” ujarnya.

Dadang sebenarnya tak terlalu keberatan jika TWAT dikelola swasta. Namun, katanya, pengelolaan seharusnya mengedepankan kaidah kelestarian lingkungan dan izinnya ditempuh secara legal dan transparan. ”Kalau pengelolaannya mengganggu fungsi lindung, terutama sebagai daerah tangkapan air, sebaiknya dihentikan,” ujarnya.

Menurut Acil, kasus TWAT merupakan cermin kebijakan hampa budaya. Pemerintah tidak mengindahkan Tangkubanparahu sebagai simbol masyarakat Jabar dengan memberikan izin pengelolaannya kepada orang lain demi kepentingan materi. ”Mengusik Tangkubanparahu sama artinya dengan mengusik hati rakyat Jabar,” ujarnya. (USH/MHF)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com