BANDUNG, KOMPAS.com — Jawa Barat memiliki potensi kuliner yang luar biasa. Dalam beberapa tahun terakhir, kuliner bahkan menjadi daya tarik pariwisata di Jabar. Sayangnya, beberapa jenis kuliner ini terancam dipatenkan oleh negara asing.
Hal itu mengemuka di dalam Seminar Kuliner Sunda yang mengambil tema "Peran Strategis Makanan Tradisional Sunda dalam Menunjang Ketahanan Pangan dan Pariwisata di Jabar", Selasa (22/12/2009) di Bale Rumawat Universitas Padjadjaran.
Kusnaka Adimihardja, antropolog Unpad, bercerita, dalam pengalamannya belajar di Australia, ia mendapati bahwa lima jenis sambal asal Indonesia, di antaranya sambal bajak, petai, nanas, dan terasi, ternyata telah dipatenkan Belanda.
"Produksinya itu di Melbourne, Australia," katanya.
Di dalam diskusi, terungkap pula bahwa hak paten atas soto bandung ternyata kini telah dimiliki Malaysia. Sebelumnya, Malaysia juga telah lebih dulu mengklaim makanan-makanan tradisional Indonesia yang terkenal macam masakan Padang.
Terkait kasus ini, Kusnaka mengatakan, produk-produk budaya termasuk di dalamnya kuliner tradisional Sunda harus segera dicatatkan dan dilaporkan ke Direktorat Jenderal HAKI untuk mendapatkan perlindungan hukum. Apalagi, dewasa ini, produk kuliner begitu erat terkait dengan industri kreatif.
"Beberapa hari lalu saya ke Jakarta terlibat di dalam penyusunan draf UU HAKI yang baru. Di dalam draf UU baru ini, telah dimungkinkan jika produk-produk budaya kolektif dipatenkan. Setiap daerah harus aktif dalam mencatat dan mengajukan potensi budayanya," ungkapnya.
Draf itu dinamakan RUU Perlindungan Kekayaan Negara atas Budaya. Menurut Kusnaka, pembahasan draf RUU ini telah memasuki tahap akhir dan akan segera disahkan. "Dengan ini (RUU) kita akan segera punya perlindungan terhadap karya-karya kreatif milik komunal," ucapnya.
Kuliner tradisional Sunda, ungkap Kusnaka, kini seolah berada di persimpangan jalan. Di satu sisi mulai dilupakan oleh generasi muda menyusul kian maraknya makanan-makanan siap saji yang dimiliki hak patennya oleh asing. Sementara di sisi lainnya, kuliner tradisional justru tumbuh pesat.
Sebab, ada upaya yang luar biasa untuk mengembangkan makanan tradisional ini menjadi lebih kontemporer dan bisa diterima masyarakat luas. Ada penggalian untuk memperkaya jenis makanan. "Paradoks memang. Tetapi, inilah yang membuat kuliner tradisional Sunda berbeda dengan gudeg di Yogya, misalnya," ujar penulis buku Makanan dalam Khazanah Budaya (2005) ini.
Warisan budaya
Dalam kesempatan ini, Ketua Jurusan Teknologi Industri Pangan Unpad Debi Sumanti mengatakan, kuliner tradisional Sunda merupakan warisan budaya yang perlu dilestarikan. Agar makanan tradisional Sunda bisa lebih diterima generasi muda maka perlu ada sentuhan teknologi, baik dari pengemasan maupun cita rasanya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanDapatkan informasi dan insight pilihan redaksi Kompas.com
Daftarkan EmailPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.