Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nadran, Simbol Tradisi dan Komersialisasi

Kompas.com - 13/04/2010, 04:29 WIB

Sekitar 2.000 perahu kecil hilir mudik di Sungai Bondet, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Perahu dipenuhi hiasan berwarna cerah, beserta hasil bumi yang ditempel dan digantung di beberapa bagian perahu. Sayangnya, bendera dan spanduk produk komersial yang terikat di buritan mengganggu pemandangan.

Hari belum siang, tetapi ribuan nelayan dan keluarganya telah bersiap di atas perahu masing-masing. Mereka menunggu ritual nadran atau pesta laut dimulai. Minggu (11/4) pagi adalah saat nelayan di Bondet berpesta setahun sekali.

Ada yang berbeda dari acara nadran di Bondet tahun ini. Lebih meriah jika dibandingkan dengan pesta laut tahun sebelumnya. Penyebabnya, banyak sponsor dari produk komersial yang ambil bagian, mulai dari produk rokok, obat sakit kepala, operator telepon seluler, hingga pencegah masuk angin.

”Nadran kali ini memang banyak bendera dan spanduk iklan. Tidak seperti dulu, perahu hanya dihiasi makanan, minuman, dan hasil bumi. Sekarang iklan juga masuk karena nelayan butuh biaya untuk menghias perahunya,” kata Rohman, nelayan dan juga pembudidaya kerang hijau di Bondet.

Seperti dituturkan Tarjo (40), nelayan Desa Mertasinga, Kecamatan Gunung Jati, untuk menghiasi perahu agar terlihat meriah dibutuhkan Rp 500.000-Rp 800.000 per perahu. Modal biasanya ditanggung oleh pemilik kapal. Uang sebanyak itu dia peroleh dengan menabung selama tiga bulan.

Selain itu, semua pemilik perahu diwajibkan saweran, berkisar Rp 200.000, bervariasi untuk tiap desa. Uang yang terkumpul digunakan untuk menyelenggarakan nadran, menyewa panggung, pemain organ tunggal dan penyanyinya, hingga wayang orang dengan lakon Budug Basu atau Ruwatan.

Relatif besarnya biaya yang harus dikeluarkan menyebabkan nelayan bersedia jika ada sponsor yang membantu dana tunai, dengan imbalan memasang spanduk dan umbul-umbul produk di perahu. Meski demikian, Tarjo enggan menyebutkan dana yang dia terima dari sponsor.

Tidak hanya di perahu, umbul-umbul dan spanduk terbentang lebar di sepanjang Sungai Bondet. Menurut Rohman, masuknya iklan-iklan itu tidak mengurangi antusiasme warga menyaksikan nadran.

Kepala kerbau

Dalam cerita yang dituturkan turun-temurun di masyarakat pesisir Cirebon, nadran merupakan ritual syukur atas rezeki yang dilimpahkan alam kepada nelayan. Nadran berasal dari kata nazar, yang berarti doa. Puncak ritual dilakukan dengan melarung sesajen (lereng sajen) yang berisi kepala kerbau (mahesa) di dalam replika kapal.

Dari sejarahnya, seperti tertuang dalam Kitab Negara Kertabumi karya Pangeran Wangsakerta, tahun 410 Masehi, Raja Tarumanegara memerintahkan penguasa Kerajaan Indraprahasta membangun tempat pemandian, Bengawan Kriyan. Tradisi mandi suci pun mengikuti perkembangan zaman dan bergeser menjadi pesta laut (nadran).

Kepala kerbau yang dilarung mengacu pada tradisi upacara masyarakat Hindu. Mahesa bisa diartikan Maha Esa, sedangkan laut adalah kehidupan dan ikan adalah manusianya.

Ada juga pengertian lain. Kepala kerbau bisa diartikan sebagai kebodohan sehingga harus dibuang jauh-jauh.

”Karena itu, saat replika perahu berisi kepala kerbau dilarung, kami hanya berebut kain pembungkus. Bukan sesajen. Kain pembungkus dianggap suci dan bisa memberikan berkah bagi pemilik kapal,” kata Tarjo.

Nelayan yang mendapatkan kain pembungkus akan mengikatkan kain itu di tiang kapal atau menyematkan di bagian depan kapal.

Setelah sesajen dilarung, nelayan menyiramkan air laut ke kapalnya, dengan harapan mendapat berkah. Beberapa nelayan bahkan sengaja berenang di sekitar sesajen karena yakin bisa awet muda.

Keyakinan masyarakat pesisir Cirebon diharapkan bisa memelihara tradisi nadran yang secara rutin digelar sejak abad ke-15, yaitu pada masa Syekh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati), meski kini sudah terselip nuansa komersial.

(Timbuktu Harthana)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com