Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mencari Spirit Paderi

Kompas.com - 12/07/2010, 09:16 WIB

NAMA Imam Bonjol telah tercatat sebagai pahlawan yang mengobarkan perang besar melawan Belanda pada awal abad ke-19. Namun, di bekas benteng pertahanannya di Bonjol, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat, jejak sejarah tersebut justru dibiarkan terbungkam.

Tak ada petunjuk jelas di mana benteng itu berada. Setelah sempat salah jalan dan bertanya ke sana-sini dan diantar beberapa pemuda setempat, kami baru bisa mengunjungi bekas markas Kaum Paderi itu. Lokasinya berada di atas Bukit Tak Jadi, persis di belakang Pasar Nagari Ganggo Hilir.

Jalur mendaki ke atas bukit itu berupa jalan setapak. Semakin mendaki ke atas, jalur itu semakin sulit dilintasi. Selain berupa tanah liat, jalan itu juga tertutup lalang dan semak belukar.

Untuk terus mendaki, kami harus menyibak atau berpegangan pada batang tanaman perdu dan lalang. Kulit kami beberapa kali tergores. Ditambah terik udara di bawah garis khatulistiwa yang menyengat pada awal Mei lalu, perjalanan ini cukup menguras energi.

Setelah mendaki lebih tinggi lagi, kami berhadapan dengan hamparan undakan tanah. Undakan itu membujur panjang dengan seluruh permukaannya disesaki perdu. Mirip kebun yang lama tak terurus.

”Bukit ini memanjang sekitar 1 kilometer sejak dari Kampung Talang, Pasar, sampai Padang Laweh. Inilah benteng pertahanan Tuanku Imam Bonjol,” kata Yuli Hendri (39), penasihat kelompok Pemuda Kejorongan Pasar Nagari Ganggo Hilir, yang menemani kami mendaki.

Bukit itu memang punya posisi strategis sebagai benteng alam. Topografi tanahnya berundak setinggi sekitar 500 meter. Dari ketinggian itu, siapa pun bakal bisa memantau berbagai ancaman di bawah.

Perumahan penduduk, kebun, dan sawah terlihat dengan jelas. Jejeran rumpun bambu berduri, yang disebut bambu aur, bergerombol di beberapa tempat. Dengan ditanam rapat-rapat mengelilingi kawasan ini, jejeran bambu itu dulu menjadi tameng hidup.

Konon, setelah terus gagal menembus pertahanan alam itu, pasukan Belanda pernah menembakkan banyak koin emas ke tengah rumpun bambu. Warga yang terkecoh pun menebang batang bambu demi memunguti uang. Benteng sempat jebol, tetapi masih bisa diatasi pasukan Paderi.

”Di sini juga ada kolam, bekas gudang untuk ransum makanan pasukan, rumah pertahanan, kandang kuda, dan lubang persembunyian,” ujar Yuli bersemangat sambil menunjuk-nunjuk.

Di daerah bawah, berdekatan dengan Pasar Nagari Ganggo Hilir, terdapat meriam bekas peperangan. Senjata berat itu tertimbun dalam tanah yang sekarang ditutup keramik. Yang terlihat hanya moncong meriam serta beberapa bola mesiu.

Datuk Putih Muhammad Ali (78), warga Desa Tanjung Bungo, Bonjol, menjelaskan, Bukit Tak Jadi merupakan basis pertahanan penting Tuanku Imam Bonjol. Dari sinilah pahlawan itu menggalang kekuatan dan bertahan dari gempuran pasukan Belanda dari tahun 1821 sampai 1837. Sebagaimana halnya Perang Diponegoro di Jawa (1825-1830), Perang Paderi merupakan perlawanan besar yang merepotkan Belanda saat itu.

Tenggelam

Hanya saja, semua sejarah kepahlawanan itu kini seakan hanya menjadi cerita maya. Benteng peninggalan perang itu tertutupi semak belukar. Berbagai sarana pertahanan rusak, bahkan lenyap akibat tak terurus. Hanya orang-orang nekat saja yang mau bersusah-payah menelusuri sejarah di bukit tersebut.

Mengunjungi benteng pertahanan pahlawan nasional itu membuat hati kami terenyuh. Bagaimana bisa peninggalan sejarah kepahlawanan Imam Bonjol yang besar tersebut dibiarkan terbengkalai begitu saja di kampung halamannya sendiri? Lalu, di mana semangat jargon lama bahwa bangsa besar adalah bangsa yang menghargai para pahlawannya?

Sekadar mengingat, Imam Bonjol lahir di Tanjung Bungo, Kanagarian Ganggo Ilir, tahun 1772, dengan nama Peto Syarif. Gelar Imam Bonjol diperoleh setelah dia menjadi ulama dan memimpin kelompok Islam dalam menegakkan kedaulatan kawasan itu. Tahun 1821, pecah bentrok antara pasukan Imam Bonjol dan kaum adat yang dihasut dan disokong Belanda.

Pertempuran, yang kemudian dikenal sebagai Perang Paderi, ini berlangsung selama 16 tahun. Setelah berdalih diajak berunding, Imam Bonjol akhirnya ditangkap di Bukittinggi tahun 1837. Pahlawan ini dibuang ke Betawi, Cianjur, Ambon, kemudian Manado, Sulawesi Utara. Dia meninggal dan dimakamkan di Manado tahun 1864.

Sebenarnya pemerintah telah membuat monumen bagi pahlawan ini. Di dekat Tugu Garis Khatulistiwa di samping Jalan Raya Bukit Tinggi-Bonjol, ada Museum Imam Bonjol yang cukup besar. Bangunan dua lantai itu menampilkan sejumlah buku sejarah, senjata, dan berbagai peninggalan dari Perang Paderi.

Sayang, museum tersebut kurang terurus. Sebagian bangunan rusak; berbagai benda peninggalan karatan atau keropos. Bahkan, kami harus menunggu lama untuk dapat masuk museum karena terkunci dan penjaganya sedang pergi.

Bersama

Masyarakat setempat berharap pemerintah mau melestarikan benteng pertahanan Imam Bonjol di Nagari Ganggo Ilir. Benteng itu bisa menjadi peringatan akan kepahlawanan Kaum Paderi yang berkorban demi membela negeri ini. Dengan hadirnya wujud benteng mirip aslinya, siapa pun bakal bisa mengunjungi, mengenang, dan mewarisi spirit perjuangan para pemberani.

”Benteng Belanda di Bukittinggi saat melawan Imam Bonjol saja masih dilestarikan. Kenapa justru benteng pahlawan kita merana? Ini kan aneh,” gugat Nevisar (38), anggota Badan Musyawarah Nagari Ganggo Hilir.

Pemerintah daerah pernah beberapa kali menggagas pembangunan kembali benteng pertahanan Imam Bonjol. Namun, hingga kini pelaksanaan proyek itu masih belum terlaksana dengan baik. Salah satu masalahnya, warga setempat merasa tidak dilibatkan.

”Kami ingin pelestarian benteng ini menjadi kerja bersama yang menyertakan masyarakat dan ninik-mamak di sini. Jangan sampai pelestarian itu hanya jadi proyek dari atas dan rawan korupsi,” kata Nevizar.

Pelestarian benteng itu akhirnya berpulang pada kemauan semua pihak untuk mempersatukan visi bersama. Itu bukan perkara mudah. Jauh-jauh hari Imam Bonjol telah mengingatkan, seperti tertera pada tugu peringatan di Bukit Tak Jadi, karya peserta PKN SMSR Padang tahun 1985: ”Menghadapi Kolonial Belanda bukan persoalan bagiku. Tapi, mempersatukan Bonjol, aku terluka karenanya.” (Ilham Khoiri)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rusa Jadi Ancaman di Beberapa Negara Bagian AS, Tewaskan Ratusan Orang

Rusa Jadi Ancaman di Beberapa Negara Bagian AS, Tewaskan Ratusan Orang

Travel Update
5 Rekomendasi Playground Indoor di Surabaya untuk Isi Liburan Anak

5 Rekomendasi Playground Indoor di Surabaya untuk Isi Liburan Anak

Jalan Jalan
Pilot dan Pramugari Ternyata Tidur pada Penerbangan Jarak Jauh

Pilot dan Pramugari Ternyata Tidur pada Penerbangan Jarak Jauh

Travel Update
Desa Wisata Tabek Patah: Sejarah dan Daya Tarik

Desa Wisata Tabek Patah: Sejarah dan Daya Tarik

Jalan Jalan
Komodo Travel Mart Digelar Juni 2024, Ajang Promosi NTT ke Kancah Dunia

Komodo Travel Mart Digelar Juni 2024, Ajang Promosi NTT ke Kancah Dunia

Travel Update
Tips Pilih Makanan yang Cocok untuk Penerbangan Panjang

Tips Pilih Makanan yang Cocok untuk Penerbangan Panjang

Travel Tips
Harapan Pariwisata Hijau Indonesia pada Hari Bumi 2024 dan Realisasinya

Harapan Pariwisata Hijau Indonesia pada Hari Bumi 2024 dan Realisasinya

Travel Update
5 Tips Menulis Tanda Pengenal Koper yang Aman dan Tepat

5 Tips Menulis Tanda Pengenal Koper yang Aman dan Tepat

Travel Tips
Turis China Jatuh ke Jurang Kawah Ijen, Sandiaga: Wisatawan agar Dipandu dan Mengikuti Peraturan

Turis China Jatuh ke Jurang Kawah Ijen, Sandiaga: Wisatawan agar Dipandu dan Mengikuti Peraturan

Travel Update
8 Kesalahan Saat Liburan Berkelompok, Awas Bisa Cekcok

8 Kesalahan Saat Liburan Berkelompok, Awas Bisa Cekcok

Travel Tips
Sandiaga Bantah Iuran Pariwisata Akan Dibebankan ke Tiket Pesawat

Sandiaga Bantah Iuran Pariwisata Akan Dibebankan ke Tiket Pesawat

Travel Update
Hari Kartini, 100 Perempuan Pakai Kebaya di Puncak Gunung Kembang Wonosobo

Hari Kartini, 100 Perempuan Pakai Kebaya di Puncak Gunung Kembang Wonosobo

Travel Update
Artotel Gelora Senayan Resmi Dibuka April 2024, Ada Promo Menginap

Artotel Gelora Senayan Resmi Dibuka April 2024, Ada Promo Menginap

Travel Update
Artotel Group Akuisisi Hotel Century Senayan, Tetap Ada Kamar Atlet

Artotel Group Akuisisi Hotel Century Senayan, Tetap Ada Kamar Atlet

Travel Update
Lokasi dan Jam Buka Terbaru Kebun Binatang Bandung

Lokasi dan Jam Buka Terbaru Kebun Binatang Bandung

Jalan Jalan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com