Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cegah Kebiasaan Suntik Insulin

Kompas.com - 21/07/2010, 03:42 WIB

Oleh Nina Susilo

Diabetes melitus kini menjadi salah satu penyakit degeneratif yang banyak diderita masyarakat. Bahkan, untuk usia di atas 45 tahun, diabetes melitus sudah menjadi penyebab kematian kedua setelah stroke. 

Pengobatan pengidap diabetes melitus identik dengan insulin. Namun, sesungguhnya, menurut Ketua Pengurus Besar Persatuan Diabetes Indonesia Dr dr Achmad Rudijanto SpPD K-EMD, mengatur pola makan dan gaya hidup sehat bisa menghindarkan ketergantungan pada suntikan insulin. Tentu saja asalkan fungsi pankreas masih baik dan tidak terjadi resistensi pada insulin yang diproduksi pankreas. Kadar glukosa darah pun harus dijaga stabil sesuai target.

Pada dasarnya, kata Ketua Persadia Cabang Surabaya Prof dr Agung Pranoto MSc SpPD K-EMD, sejak kecil manusia bergantung pada insulin. Organ mungil bernama pankreas ini bertugas memproduksi insulin untuk memproses asupan glukosa sebagai sumber energi. Ketika pankreas mogok dan tidak memproduksi insulin, misalnya dipaksa bekerja terlalu keras karena asupan terlampau banyak, glukosa terbuang melalui air seni.

Masalahnya, kata dr Rudi yang juga pengajar Divisi Endokrin Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, umumnya pankreas pasien yang datang ke dokter sudah 50 persen rusak. Ini terjadi akibat keterlambatan mendeteksi diabetes melitus.

Tidak serta-merta

Sebagai penyakit degeneratif, diabetes melitus tidak datang tiba-tiba. Fungsi tubuh tentu tidak serta-merta menurun. Namun, gejala awalnya bisa dikatakan tidak ada. Kalaupun ada, masyarakat kerap menganggapnya sebagai tanda-tanda sehat.

Ketika kadar glukosa darah 250-300 mg/l, menurut Agung, umumnya tidak ada gejala (asimptomatik). Manusia dinyakan sehat bila kadar glukosa darah saat puasa di bawah 100 mg/l, sedangkan untuk dua jam setelah makan di bawah 140 mg/l. Seseorang menderita diabetes melitus bila kadar glukosa darah puasanya lebih dari 125 mg/l dan kadar glukosa darah setelah makannya lebih dari 200 mg/l.

Gejala klasik diabetes melitus adalah banyak minum, banyak buang air kecil, dan berat badan turun. Gejala klasik ini kerap disalahartikan sebagai tanda sehat. Padahal, berat badan menurun bukan akibat diet berhasil, melainkan akibat pankreas mulai rusak, tiada insulin diproduksi untuk mengolah glukosa dalam darah, dan lemak cadangan dibakar untuk energi.

Terakhir, diabetes melitus sudah parah dan menimbulkan berbagai komplikasi seperti gangguan ereksi, stroke dan lumpuh, penurunan kemampuan melihat, gagal ginjal, dan luka di kaki.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com