Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Ngegowes" dari Brussels ke Lisboa

Kompas.com - 11/08/2010, 15:49 WIB

KOMPAS.com - Lisboa atau kita lebih mengenalnya dengan Lisabon, ibu kota Negara Portugal telah saya capai dengan selamat pada hari Rabu, 21 Juli 2010. Tidak dengan mudah saya mencapai kota ini, karena saya harus bersepeda sejauh 2.509,4 kilometer dari kota Brussels, Belgia. Setelah melintasi Belgia, Prancis, Spanyol dan ditempuh dalam 33 hari dari 38 hari masa pengembaraan. Atau lima hari dari perbatasan negara antara Spanyol dan Portugal. Saya langsung mencari dan menuju Wisma Indonesia di Lisboa. Kedatangan saya disambut dengan baik oleh Duta Besar RI untuk Portugal, Bapak Albert Matondang beserta staf KBRI yang lain. Bahkan langsung dijamu makan malam.

Pada zaman sekarang sulit bagi saya untuk menemukan warung internet, karena sudah hampir setiap rumah mempunyai fasilitas media tersebut. Oleh karena itu saya kesulitan untuk bisa mengirimkan berita ke Indonesia. Apalagi, lintasan yang saya lalui lebih sering melalui pelosok pelosok dan daerah pertanian.Terakhir kali saya bisa mengirimkan kabar ke tanah air adalah dari kota Nantes, Prancis.

Perjalanan antara Nantes dan Bordeaux, sangat menyenangkan karena merupakan daripada bagian jalur wisata “vino”. Melintasi daerah perkebunan anggur dan pusat pusat pengolahan minuman anggur yang menjadikan Bordeaux terkenal ke seluruh dunia. Dalam lintasan tersebut sering pula saya bermalam pada keluarga dari para pesepeda yang saya kenal dari komunitas pesepeda jarak jauh dari internet.

Merupakan suatu keasyikan tersendiri mencari serta menemukan alamat mereka, baik yang ada di dalam kota ataupun di daerah pedesaan seperti sedang bermain puzzle. Mereka menerima dengan baik kedatangan saya, ada rasa empati dan kekeluargaan.

Saya sendiri tidak habis pikir kenapa orang Prancis banyak sekali yang senang melakukan perjalanan jauh dengan sepeda. Ada sebuah keluarga dengan dua anak kecil yang selalu diajaknya berkelana dengan sepeda. Keluarga tersebut mempunyai koleksi buku-buku bersepeda jarak jauh yang mengajak buah hatinya dalam melakukan kegiatan. Bahkan beberapa di antaranya berkeliling dunia dengan sepeda.

Bordeaux – Bayonne, lintasan yang berbeda dengan jalur sebelumnya karena banyak sekali pohon-pohon pinus mengapit di kedua sisi jalan besar. Suhu udara siang hari kisaran 36 hingga 44 derajat Celcius, seringkali teriknya terasa menyengat kulit dan membuat mata nanar. Tidak ada angin, kalaupun ada membawa udara yang sangat kering. Dan kalau malam hingga pagi hari suhu jatuh antara 14 hingga 16 derajat Celcius. Dan matahari terbenam sekitar pukul 21.30 malam, sehingga waktu untuk istirahat sangat kurang bagi saya. Hal inilah antara lain penyebab kenapa saya menjadi sangat lambat bergerak. Kalau sebelumnya saya menargetkan sehari harus bias mencapai 100 Km atau lebih, pada kenyataannya sehari saya hanya mampu menempuh jarak sekitar 80 – 90 kilometer. Dan hanya beberapa hari saja saya mampu melakukan sesuai target.

Bayonne – Burgos, bagian dari perjalanan lain yang cukup seru. Sebenarnya dari Byonne saya akan menuju kota kecil St. Jean Pied-de-Port di lereng Pegunungan Pyrenees. Letaknya, tidak jauh dari kota Lourdes tempat wisata keagamaan yang sangat terkenal. Dan kota St. Jean Pied-de-Port merupak salah satu titik awal dari rute Camino Santiago de Compostelle, sebuah rute, ziarah yang juga sangat terkenal mengarah ke kota Santiago de Compostelle. Dan dari kota tersebut saya akan menuju Pamplona, yang mana ada acara tradisional yang terkenal dengan Torro-nya. Dimana beberapa sapi jantan – Torro, yang agresif dilepaskan bersama sapi biasa di jalanan kota mengejar para orang-orang yang berbusana tradisi pula sampai stadion. Acara ini dilakukan dalam waktu seminggu melibatkan banyak orang bahkan para wisatawan dari mancanegara.

Mengingat waktu yang terbatas, akhirnya saya menggunakan jalur alternatif. Dan acara di Pamplona pun hanya bisa saya saksikan dari tayangan televisi setiap pagi. Saya masih menggunakan jalur Camino Santiago de Compostelle, dari sisi lain. Dan saya pun mempunyai tanda pengenal – Credencial del Peregrino, untuk bisa menggunakan fasilitas dan akomodasi dengan ongkos murah. Dan Credencial ini ada lembar kosong untuk dicap atau distempel bila kita mengunjungi suatu tempat. Cap pertama saya dapatkan dari sebuah Kathedral Notre Dame di Charters, Prancis.

Lintasan yang saya lalui tidak kalah menantang. Sewaktu di garis pantai harus melalui kota-kota wisata yang banyak sekali traffic light-nya. Sekali kayuh berhenti lagi dan berhenti lagi. Kemudian, harus terseok-seok menggenjot naik turun di lereng Pyrenees. Bahkan titik tertinggi saya harus melintasi sebuah punggungan – otsourte pass dengan ketinggian 685 meter di atas permukaan laut. Lalu jalan menukik turun meliuk-liuk sampai Atsasua. Perjalanan melintasi kawasan Basque tersebut sangat menyenangkan, bahkan baru saya ketahui bahwa permainan Hailai –yang dulu ada di Ancol, merupakan permainan tradisional orang-orang Basque tersebut.

Dari Atsasua –Vitoria, saya benar-benar dipanggang dalam suhu yang tinggi. Jalan yang saya susuri paralel dengan jalan bebas hambatan, sepi dan naik turun melambung melintasi daerah pertanian yang panas gersang. Begitu pula pada lintasan Vitoria – Burgos – Villadilid - Salamaca, saya lebih banyak menggunakan jalan-jalan kecil di pedasaan. Adalah sangat sulit mencari jalan keluar kota yang ramai untuk bisa menemukan jalan yang bisa dilalui sepeda untuk mencapai tujuan berikutnya. Dengan kesabaran dan telaten akhirnya toh saya selalu bisa menyelesaikannya dengan baik.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com