Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menelusuri Jejak Pu Yi di Kota Terlarang

Kompas.com - 08/10/2010, 03:55 WIB

INGKI RINALDI

Ratusan pelajar dari sejumlah sekolah menengah di China beriringan pada pagi hari di akhir Juli lalu di pusat Beijing. Sebagian di antaranya yang menggunakan kaus seragam warna biru dengan tulisan It’s Summer Time di bagian belakangnya berjalan kaki menuju Meridian Gate yang menjadi pintu masuk utama The Forbidden City atau Kota Terlarang yang disebut juga Palace Museum.

Sebagian di antaranya menyebutkan kunjungan itu menjadi pengalaman pertama mereka. Para pelajar yang bukan berasal dari pusat kota Beijing itu memang harus menunggu sampai liburan musim panas yang di China jatuh mulai bulan Juli hingga Agustus sebelum bisa berkunjung ke lokasi wisata, seperti The Forbidden City.

Hari itu, akhir Juli 2010, Beijing tengah dilanda hawa panas yang tidak biasa tatkala Kompas bertemu mereka saat dalam rangkaian kunjungan ke China bersama sejumlah jurnalis lain dari Indonesia. Forbidden City atau Kota Terlarang yang disebut juga Palace Museum yang berada di sebelah utara Tiananmen Square dan masih berada di Distrik Dongcheng, Beijing, yang merupakan kawasan bersejarah di pusat kota Beijing yang disebutkan di muka.

Pada kunjungan ke Kota Terlarang yang dibangun pada tahun 1404 hingga 1420 itu, Kompas masuk melalui pintu masuk utama bernama Meridian Gate berada di sisi selatan. Berdasarkan keterangan situs travelchinaguide.com, gerbang itu dinamakan demikian karena dipercaya The Forbidden City dilewati garis meridian dan para kaisar yang dianggap sebagai keturunan dewa itu mestilah juga tinggal di bagian tengah bumi.

Sebetulnya, pintu masuk yang pertama kali dilihat Kompas adalah East Glorious Gate yang berada di sisi timur, karena bus yang ditumpangi berhenti di jalan sekitar sisi timur Kota Terlarang. Setelah menyusuri sedikit bagian Jalan Donghuamen, tibalah di depan pintu timur yang memiliki delapan baris paku raksasa yang tonjolannya sebesar kepalan orang dewasa itu.

Jumlah paku raksasa di pintu timur ini berbeda dibandingkan dengan jumlah paku serupa dengan tonjolan berwarna emas di tiga sisi pintu lainnya. Pasalnya, pintu-pintu lainnya yakni Meridian Gate (selatan), West Glorious Gate (barat), dan Gate of Divine Prowess (utara) dilengkapi paku raksasa dengan jumlah sembilan baris dan sembilan kolom pada setiap daun-daun pintunya.

Situs travelchinaguide.com menulis jarak antara pintu timur ke barat adalah 750 meter dan jarak antarkedua pintu utara dan selatan adalah 960 meter. Disebutkan pula bahwa pada awal masa pemerintahan Dinasti Qing, pintu timur itu hanya dilewati anggota kabinet dan sejumlah orang tertentu serta peti mati kaisar, permaisuri, dan penghuni istana.

Karena itulah pintu itu disebut juga sebagai Guimen atau ”pintu hantu”. Penggunaan hanya delapan baris paku raksasa yang tonjolannya sekepal tangan orang dewasa itu dan hanya berjumlah delapan buah itu dipercaya sebagai kepercayaan pada takhayul.

Namun, pintu timur itu tidak terbuka untuk dimasuki pada saat Kompas melihatnya di hari itu sehingga para pengunjung pun berjalan beriringan ke arah Meridian Gate di sisi selatan sembari mengabadikan menara di pojok Kota Terlarang. Sejumlah penjual cendera mata di depan pintu masuk menawarkan barang dagangan mereka di tengah hiruk pikuk antrean wisatawan yang kebanyakan datang berombongan dan menggunakan bendera khusus sebagai penanda bagi setiap anggota agar tidak terpisah dari rombongan masing-masing.

Pemandu wisata kami, Li Gezhou (36), berulang kali mengingatkan soal titik bertemu dan waktu untuk ditepati. Ia layak khawatir karena anggota rombongan yang tersesat dalam kompleks seluas itu bukan sekali dua kali terjadi, dan tentu bakal sangat merepotkan apabila terjadi lagi.

Kota Terlarang dipergunakan dari masa kekuasaan Dinasti Ming hingga akhir kekuasaan Dinasti Qing. Situs Wikipedia menyebutkan, kompleks kekaisaran yang digunakan sebagai pusat pemerintahan, tempat tinggal, dan berbagai kegiatan seremonial itu berdiri di atas lahan seluas 720.000 meter persegi.

Rakyat jelata

Disebut Kota Terlarang (The Forbidden City) karena saat digunakan selama sekitar 500 tahun lamanya itu tidak ada rakyat jelata yang boleh memasuki kompleks yang dipagari tembok setinggi sepuluh meter dan kali buatan sedalam enam meter sebagai pertahanan sebagaimana yang digunakan pada konstruksi benteng. Kota Terlarang bukanlah kota dalam artian sesungguhnya, melainkan kompleks bangunan yang terdiri atas 980 bangunan dengan 9.999 kamar dan tersebar di beberapa lokasi, yang karena keterbatasan waktu tidak sempat dikunjungi semuanya.

Namun, beberapa bagian kompleks memukau yang sempat meninggalkan kesan adalah Gate of Supreme Harmony, Six Western Palaces, dan Imperial Garden yang berada pada jalur lurus selatan ke utara. Segera setelah masuk dari pintu di sisi utara itu, sepasang mata langsung berhadapan dengan pekarangan sangat luas dengan lima buah jembatan yang tertata apik.

Patung perunggu berbentuk singa yang terdapat di depan Gate of Supreme Harmony menjadi perhatian selanjutnya. Dilanjutkan dengan The Hall of Supreme Harmony yang merupakan bangunan tertinggi dengan bagian pekarangan raksasa di kompleks tersebut dan langsung membawa ingatan pada film The Last Emperor besutan sutradara Bernardo Bertolucci pada 1997 silam.

Ingatan itu terutama pada adegan ketika Pu Yi atau Aisin-Gioro Pu Yi kecil yang merupakan kaisar terakhir China mencari-cari sumber suara jangkrik di antara pasukan dengan seragam warna kuning, merah, dan kelabu yang berlutut kepadanya. Gambaran lokasi sampai seekor jangkrik diberikan kepada Pu Yi itu memang persis aslinya, karena The Last Emperor yang memenangi sembilan Piala Oscar pada saat itu memang menjadi satu-satunya produksi film yang diizinkan untuk syuting di Kota Terlarang.

Sementara Six Western Palaces menarik karena di sinilah tempat kaisar, permaisuri, dan selir-selirnya berkumpul dan menjalani keseharian bersama. Para pengunjung bisa melihat langsung seperti apa yang disebut Palace of Eternal Longevity (Yongshougong), Palace of Universal Happines (Xianfugong), Palace for Gathering Elegance (Chuxiugong), Palace of Eternal Spring (Changchungong), Palace of the Queen Consort (Yikungong), dan Hall of the Supreme Pole (Taijidian).

Berbagai peralatan rumah tangga, dipan, mebel, dan lainnya dipertahankan dalam bentuk aslinya. Termasuk bagian lantai yang tampak cekung di sana-sininya.

Salah satu bagian menarik lain yang juga harus dikunjungi di Kota Terlarang adalah Treasure Gallery in Forbidden City yang berisikan barang-barang koleksi sejarah bernilai seni tinggi. Pengunjung bisa mengabadikan sejumlah barang koleksi di dalamnya yang kebanyakan berupa ukiran atau keterampilan tangan di atas material batu giok.

Sebuah koleksi berupa bagian kepala Bodhisattva (Buddha) yang diukir di atas kayu juga masih terjaga. Koleksi yang dipajang dalam ruang berbatas kaca itu berasal dari masa Dinasti Song (960-1279).

Sementara Imperial Garden adalah tempat yang secara otomatis akan membawa perasaan jadi luar biasa tenteram karena penataan kawasan taman yang apik. Jenis pepohonan tua dengan urat-urat kayu seperti pohon purba masih dipertahankan di area dengan luas sekitar 12.000 meter persegi dengan sejumlah bangunan mirip gazebo dan pondok terbuka yang selaras dengan alam sekitarnya sebagai tempat untuk tetirah.

Pintu keluar di sisi utara yang disebut juga Gate of Divine Prowess (Shenwumen) dengan tinggi keseluruhan 31 meter menjadi akhir kunjungan di Kota Terlarang. Segera setelah sampai di luar pintu, sejumlah pedagang asongan mulai menawarkan beragam barang.

Mulai buku panduan bergambar soal Kota Terlarang sampai jam tangan Rolex imitasi yang harganya tentu saja sangat miring. Selamat datang di Beijing, kita baru saja meninggalkan Kota Terlarang!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com