Peletakan batu pertama dimulai pada tahun 709 oleh Uskup Aubert yang mendapatkan wahyu untuk membangun gereja di pulau seluas 208 hektar itu. Pembangunan yang terus berlanjut hingga akhir abad pertengahan. Sempat menjadi penjara di abad ke 19, kemudian di abad yang sama situs ini direnovasi dan pada saat perbaikan itulah ditambahkannya menara di ujung gereja yang menjadi simbol dari Le Mont Saint Michel.
Untuk menuju Gereja Mont Saint Michel, kita harus melewati kota tuanya. Bisa dengan mengikuti jalanan utama atau melalui jalan-jalan kecil seperti gang sempit sebagai alternatif menuju gereja tersebut. Begitu banyaknya gang sempit yang bisa membawa kita hingga gereja, membuat kami akhirnya lebih memilih terlebih dahulu berjalan di jalanan utama. Baru kemudian turun dari gereja akan mencoba jalanan sempit yang menurut cerita banyak menyimpan misteri.
Sepanjang jalan utama kanan kirinya padat dengan butik cendera mata, restoran dan toko yang menjual makanan khas setempat khususnya kue gallette. Gallette dari Mont Saint Michel sangat laris manis sebagai oleh-oleh. Biskuit bulat dari tepung, gula dan mentega ini, memang sangat enak dan renyah dinikmati dengan kopi atau teh hangat. Dan hanya di Le Mont Saint Michel inilah terdapat restoran serta butik dari Mére Poulard, terkenal sebagai pembuat kue gallette nomor satu di Perancis.
Tapi ketika saya lihat harganya, sampai loncat mata saya membaca angka euros! Satu kotak kecil sekitar 15 euros dan beranjak hingga 40 euros. Harga yang mahal bagi kantong saya untuk satu kotak biskuit berisi 10 hingga 24 biji. Tapi memang kebanyakan pengunjung membelinya bukan hanya untuk kuenya tapi karena kotak kuenya yang unik dan cantik. Berbagai dekorasi menarik terlukis bagi si kotak berukuran 20x13 cm ini. Satu kotak biskuit akhirnya saya pilih, meskipun dengan berat hati mengeluarkan uangnya tapi sekarang saya tak menyesal membelinya karena kotak cantik itu saya gunakan sebagai tempat gula.
Setelah sempat tertahan karena lapar mata, akhirnya perjalanan kami lanjutkan. Menuju gereja dan tempat tinggal para pendeta. Kaki dipaksakan menanjak, karena bangunan bersejarah itu berada di atas bukit.
Ketika kami tiba di pintu masuk, wahhh...barisan manusia sudah sangat panjang memasuki gereja. Biasanya setiap kali kunjungan wisata, saya selalu masuk terlebih dahulu dengan memperkenalkan kartu pers saya. Tapi karena antrean begitu panjang saya jadi menunggu bersama suami dan anak.
Untungnya salah satu pintu bertuliskan, khusus rombongan, maka saya mencoba untuk mendatanginya dan menerangkan jika kedatangan saya juga sekaligus untuk meliput. Setelah proses kartu pers dan pengisian formulir selesai, suami serta anak membayar tiket masuk, maka kami memulai kunjungan ke dalam Gereja Mont Saint Michel.
Saran saya, sewalah audio guide. Karena selembaran petunjuk yang diberikan informasinya sangat sedikit. Untung saya bisa mendapatkan brosur khusus wartawan.
Kunjungan ke sini biasanya terbagi menjadi beberapa bagian. Tiga bagian terpenting mejadi pilihan kami. Kunjungan pertama kami yaitu mendatangi gerejanya yang bernama Gereja Abbatiale. Tempat ibadah inilah yang menjadi tujuan keagamaan bagi umat katolik.
Kunjungan kedua yaitu tempat para pendeta tinggal, yang dinamakan Abbaye du Mont Saint Michel. Yang terbagi menjadi dua bagian, yaitu Abbatiale dan La Merveille yang menjadi tempat tinggalnya para pendeta. Dalam Abbaye ini, batu tua yang menjadi dinding kokoh dan tebal membuat diri merasa kecil dan asing. Ketika sampai di taman dan lorong tempat para pendeta, permainan cahaya dari jendela mozaik begitu mempesona.