Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dorong Wisata dengan Suvenir Khas

Kompas.com - 06/11/2010, 03:10 WIB

Irma Tambunan

Berkunjung ke kompleks percandian Muaro Jambi, wisatawan tidak akan bingung lagi mencari oleh-oleh khas setempat. Persis di samping gerbang masuk situs, gerai suvenir milik Subrata telah dibuka.

Tempat itu menawarkan beragam jenis kerajinan hasil buatan tangannya. Ada miniatur rumah adat dan perahu khas Jambi, yaitu kajang lako, yang terbuat dari campuran bambu, kayu, rotan, dan batok kelapa.

Ada juga stupa candi dan vas bunga dari kayu mahoni, jam dinding, pigura, dan gantungan kunci dari bambu serta sejumlah lukisan Candi Tinggi dan Candi Gumpung, dua candi yang terletak di kompleks utama situs ini.

Yang tidak kalah unik adalah miniatur perlengkapan para petani Muaro Jambi, seperti ambung (tempat membawa hasil panen dari sawah) dan bubu (wadah menjaring ikan) dari bahan rotan.

Dan barang-barang suvenir ini menjadi incaran pengunjung candi. Ini terjadi terutama pada hari raya atau hari libur sebagaimana hari Lebaran pertengahan September 2010, di mana ada sekitar 3.000 pengunjung.

Mereka tidak sekadar melihat candi, tetapi juga ingin pulang sambil membawa oleh-oleh khas setempat. Maka, gerai milik Subrata yang menjadi satu-satunya tempat penjualan suvenir khas Muaro Jambi menjadi sasaran didatangi wisatawan.

”Nilai penjualan sudah lebih dari Rp 2 juta selama dua hari Lebaran lalu,” ujar Subrata, yang juga tinggal di sekitar kompleks candi, di Kecamatan Jambi Luar Kota, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, beberapa waktu lalu.

Menurut Brata, demikian dia biasa dipanggil, tidak hanya turis lokal yang membeli suvenir buatannya. Ada juga turis asal Jerman yang berkunjung dan memborong sejumlah kaus bergambar khas daerah Jambi, gantungan kunci, dan miniatur stupa.

Saat hari raya seperti Lebaran, dengan pengunjung yang membeludak, stok suvenirnya yang sudah ada menipis. Brata harus segera memproduksi suvenir kerajinannya lagi.

Hari raya seperti Lebaran adalah saat yang sangat dinantikan perajin kecil seperti Brata. Kepuasan yang dia peroleh tidak sekadar ketika barang habis terjual. Brata berharap wisatawan merasa puas berkunjung ke candi tidak hanya karena telah melihat obyek bersejarah tersebut, tetapi juga senang membeli oleh-oleh khas candi dengan harga terjangkau.

Brata tidak mau mematok harga jual yang tinggi. Pasalnya, turis yang berkunjung ke candi selama ini belum banyak, tidak seperti Candi Prambanan atau Candi Borobudur yang sudah mendunia.

Situs Muaro Jambi, meski merupakan kompleks percandian terluas di negeri ini, kemasyhurannya belum banyak diketahui wisatawan. Tingkat kunjungan di candi ini pun cenderung rendah pada hari biasa. Karena itu, pada hari raya seperti Lebaran, ia lebih memilih suvenir habis terjual ketimbang menjual dengan harga mahal. Sebab, dari situlah keuntungannya menjadi lebih besar.

Suvenir miniatur pondok durian, misalnya, dijual dengan harga Rp 50.000 per buah. Padahal, proses pembuatannya cukup rumit sehingga bisa menghabiskan waktu hampir satu minggu. Sementara rumah tradisional kajang lako yang dibuat satu hari penuh dijual dengan harga hanya Rp 35.000.

Bagi Brata, harga murah tidak jadi masalah karena hampir semua bahan baku diperolehnya secara gratis dari alam. ”Bambu saya ambil dari kebun di sekitar rumah. Rotan dan kayu durian juga masih banyak terdapat di kawasan ini. Itu semua saya manfaatkan dari alam,” ujar pria kelahiran Muaro Jambi, 3 April 1980, ini.

Brata memiliki kecintaan yang besar pada pengembangan wisata Situs Muaro Jambi. Lelaki lulusan sekolah menengah atas ini merintis usaha kerajinan secara otodidak.

Sejak di bangku sekolah, hasil karya Brata, termasuk lukisan di atas kanvas, sering dipuji guru dan temannya. Kerajinan tangannya paling banyak dipajang di sekolah.

”Modal saya hanya memerhatikan produk, lalu saya coba buat. Setelah itu, saya coba modifikasi dengan berbagai bahan,” tutur anak pertama dari tiga bersaudara ini.

Kerahkan pemuda desa

Brata merintis usaha suvenir kerajinan ini sudah lebih dari lima tahun. Semula, ia mengumpulkan pemuda desa yang kebanyakan menjadi penganggur selepas lulus sekolah. Rumah Brata pun menjadi bengkel usaha pembuatan kerajinan dari bambu, rotan, dan kayu.

Dia mengajari para pemuda tersebut, kemudian membentuk Forum Pemuda Pelestari Candi Muaro Jambi. Sebuah rumah kayu yang dibangun oleh Dinas Pariwisata setempat dimanfaatkan mereka sebagai tempat penjualan suvenir.

Mereka juga membuka usaha pramuwisata dan mengembangkan paket wisata perjalanan ke Candi Muaro Jambi.

Namun, usaha itu tidak berlangsung lama. Sejumlah perbedaan kepentingan di dalam forum membuat para pemuda mandek memproduksi suvenir. Setahun kemudian, Brata mencoba bangkit.

Ia memperoleh bantuan dari Koperasi Amartha sebesar Rp 1,5 juta pada tahun 2008. Uang itu langsung ia belikan cat, ampelas, dan sejumlah bahan pelengkap untuk pembuatan kerajinan. Ia juga memesan sebuah lemari kayu untuk memajang suvenir.

Bagai maraton, Brata membuat kembali suvenir-suvenir dari bahan alam. Kali ini, Brata menjalin kerja sama dengan pelaku usaha lain, seperti pemilik usaha bubut kayu, pengusaha kaus, pengusaha paket perjalanan wisata, dan manajemen hotel berbintang.

Ia mendapat bahan baku secara gratis dari bengkel bubut kayu. Hasil kerajinannya kemudian dititipkan ke sejumlah toko kaus dan hotel. Pemilik toko kaus tersebut juga dapat menitipkan produk mereka di gerainya.

Kini usaha Brata berkembang pesat. Ia juga membagi keterampilan yang dimilikinya kepada tiga rekan yang kini turut dalam usaha produksi suvenir miliknya.

Nilai penjualan suvenir rata-rata mencapai Rp 3 juta per bulan. Sesekali ia memenuhi pesanan dari kenalan di Jawa.

Brata masih ingin terus mengembangkan keragaman produk kerajinan khas Muaro Jambi ini. Namun, ia masih kesulitan karena alat kerja yang dimilikinya sangat terbatas.

Ia sangat membutuhkan mesin bubut kayu, tetapi harganya belum terjangkau, yaitu sekitar Rp 3 juta. Brata juga belum memiliki las bambu dan gergaji khusus untuk membentuk kayu. Karena itu, untuk kepentingan las bambu dan pembentukan kayu, ia masih harus menyambangi kenalan lainnya.

”Saya belum dapat sepenuhnya mandiri memproduksi kerajinan suvenir ini,” ujar anggota Himpunan Pramuwisata Indonesia ini.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com