Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jejak Peradaban Kampung Tua

Kompas.com - 16/12/2010, 07:19 WIB

KOMPAS.com — Danau Toba di Sumatera Utara tidak hanya menyajikan keindahan alam yang eksotis. Di kawasan danau vulkanik ini tersimpan jejak peradaban Batak kuno sebelum kedatangan penginjil Nommensen tahun 1862.

Sisa peradaban ini mudah kita temukan di Pulau Samosir. Untuk mencapai pulau yang berada di tengah Danau Toba ini cukup mudah, salah satunya adalah dengan menggunakan kapal feri dari Pelabuhan Aji Bata di Kota Parapat. Jika Anda berangkat dari Medan, bisa dicapai dalam waktu tempuh empat jam.

Kalau tidak ingin repot menjelajahi tempat-tempat bersejarah di Samosir, sebaiknya menyewa kendaraan dari Parapat. Pasalnya, kendaraan umum di Samosir ini masih sangat terbatas. Saking terbatasnya, anak-anak di pulau itu harus bertumpuk di atas atap kendaraan pada jam-jam berangkat atau pulang sekolah.

Kapal feri yang membawa kami berangkat dari Pelabuhan Ajibata, Parapat, pukul 10.00, menuju Desa Tomok, Kabupaten Samosir. Perjalanan dengan feri menghabiskan waktu lebih kurang satu jam.

Sebaiknya penumpang kapal membawa pelampung sendiri ketika menyeberangi danau yang dalamnya bisa mencapai 200 meter ini. Sepanjang pengamatan ketika berada di kapal, kami tidak melihat ada pelampung yang siap dipakai dalam keadaan darurat.
Setelah kapal merapat, kami pun menginjakkan kaki di Tomok. Tomok adalah desa berpenghuni sekitar 6.000 jiwa. Desa ini dibangun oleh raja bermarga sidabutar, ratusan tahun lalu.

Berabad-abad lalu, Pulau Samosir dikuasai oleh raja-raja kecil yang memimpin beberapa wilayah desa. Kalau di zaman sekarang, raja kecil mungkin setingkat kepala desa atau camat. Mereka sering berperang. Itulah yang membuat mereka membangun pertahanan untuk melindungi perkampungan yang dihuni keluarga raja dan keturunannya. Perkampungan tua ini sekarang difungsikan menjadi museum.

Tomok

Di Tomok masih ada rumah asli milik Raja Sidabutar. Rumah panggung yang terbuat dari sejenis kayu besi ini masih berdiri kokoh, ditopang tonggak-tonggak kayu besar yang berfungsi sebagai pilar utama. Menurut Parlindungan, pemandu kami, rumah adat orang Batak ini dibangun dengan sistem pasak. Batang-batang kayu saling mengunci dengan pasak yang dipahat langsung pada kayu.

Tidak jauh dari kompleks rumah raja terdapat makam keturunan Raja Sidabutar. Di depan kompleks pemakaman berdiri gapura besar yang kaya dengan ornamen yang diukir dengan warna merah, hitam, dan putih. Ketiga warna itu menjadi simbol spiritual orang Batak.

Di gapura terukir cicak menghadap ke empat payudara. Menurut Mangiring (50), Kepala Adat Desa Tomok, cicak menjadi lambang bahwa orang Batak harus bisa hidup seperti cicak, mudah beradaptasi dengan menempel di mana-mana. Sementara payudara merupakan simbol bahwa ke mana pun si cicak itu pergi, dia harus ingat dengan ibu yang melahirkannya, termasuk tanah kelahirannya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com