Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
PARIWISATA

Atraksi Manusia Karen di Baan Tong Luang

Kompas.com - 07/01/2011, 09:02 WIB

Lokasi Baan Tong Luang terhubung dengan Kamp Maesa, sebuah lokasi konservasi, pelatihan, dan atraksi gajah Thailand untuk kepentingan pariwisata. Dari Kamp Maesa, turis dapat menunggang gajah menuju permukiman suku Karen dengan waktu tempuh satu jam. Seusai menjelajahi permukiman suku Karen, turis dapat menumpang angkutan gratis hingga ke tepi jalan besar. Dari situ, turis dapat berkendaraan umum untuk kembali ke pusat kota Chiang Mai.

”Human zoo”?

Bagi turis pada umumnya, berada di Desa Baan Tong Luang merupakan satu kegairahan tersendiri. Bertemu dengan para penduduk suku terasing, menyaksikan kehidupan mereka sehari-hari, bahkan dapat mengambil gambar mereka adalah satu kesempatan yang langka.

Menurut Alex, pemandu kami yang merupakan keturunan Siam, lokalisasi masyarakat suku terasing ini merupakan ide pemerintah untuk mendongkrak kunjungan wisatawan. Tanpa begitu, kita tidak akan mudah menemui komunitas ini karena sesungguhnya mereka hidup di wilayah pegunungan perbatasan Thailand-Myanmar.

Komunitas ini semula merupakan masalah nasional. Mereka adalah pengungsi asal Myanmar yang melarikan diri ketika berkecamuk perang sekitar 60 tahun lalu. Suku-suku itu mendaki gunung melewati perbatasan dan tinggal di Provinsi Maehongson, bagian utara Thailand. Suku terbuang ini hidup tanpa identitas di Thailand. Laporan UNESCO tahun 2008 menyebutkan, hampir dua juta warga suku pegunungan tinggal di Thailand tanpa kartu identitas.

Pembangunan Baan Tong Luang pada tahun 2005 merupakan salah satu upaya pemerintah memanfaatkan potensi masyarakat suku pedalaman. Proyek ekowisata ini berhasil mendatangkan turis dan berdampak pada meningkatnya perekonomian warga. Seorang penenun dapat menjual suvenir buatannya dengan nilai penjualan rata-rata 9.000 baht atau sekitar Rp 2,7 juta per bulan.

Namun, upaya ini menuai protes dari UNESCO yang menyebut keberadaan desa tersebut lebih pantas disebut ”human zoo”. Komunitas suku-suku pedalaman dilokalisasi untuk kepentingan industri pariwisata. UNESCO bahkan secara resmi menyurati pemerintah setempat untuk tidak mempromosikan ataupun mengomersialkan masyarakat suku pegunungan ini ke dalam paket-paket wisata.

Terkait hal itu, Deputi Gubernur Otoritas Pariwisata Thailand Sansern Ngaorungsi menyatakan, negara memukimkan komunitas suku terasing ini sebagai upaya menyejahterakan kehidupan mereka. ”Orang datang lalu membeli kerajinan yang mereka buat. Mereka akhirnya dapat hidup dari wisata,” tuturnya.

Terlepas dari merebaknya praduga tentang latar belakang penempatan komunitas berleher panjang di Baan Tong Luang, Mani mengatakan, dirinya bersyukur atas kehidupan yang dimiliki sekarang. Terutama karena mereka telah berada jauh dari konflik di perbatasan, walaupun kesehariannya kini penuh dengan rutinitas menenun, menyambut turis, dan menjadi obyek gambar di foto, hal yang terkadang menjemukannya....

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com