Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
PARIWISATA

Toraja Menanti Sentuhan Ekstra...

Kompas.com - 25/01/2011, 07:55 WIB

Hadi Lesmana (34), wisatawan asal Jakarta yang datang bersama teman-temannya, harus berjalan kaki sejauh 5 kilometer (km) dari jalan utama untuk menyaksikan pesta kematian almarhumah Theresia Tangdo Pole atau Ne’ Tapu’ di Kampung Deri.

Mobil yang dia sewa terpaksa menunggu di jalan utama karena akses menuju lokasi upacara lebarnya kurang dari 3 meter. Medan jalan yang terjal dan meliuk amat riskan dilewati kendaraan bermuatan banyak.

Ketidaknyamanan juga dirasakan Maria Mantouw (22), wisatawan asal Manado, ketika ingin menonton Ma’pasilaga Tedong (adu kerbau) di Kampung Malakiri, Balusu. Mahasiswi Universitas Sam Ratulangi itu terpaksa berjalan kaki sejauh hampir 2 km karena warga sekitar melarang mobil masuk hingga lokasi. Warga khawatir, jika jalan dibuka, hal itu justru akan menyebabkan kemacetan.

Kondisi ini bertolak belakang dengan berbagai upacara yang marak diselenggarakan pada akhir tahun. Upacara Rambu Solo’ dan Rambu Tuka’ yang menelan biaya dari ratusan juta rupiah hingga miliaran rupiah justru digelar di ujung jalan sempit dan belum diaspal itu.

Pesta kematian Ne’ Tapu’ di Kampung Deri, misalnya, menghabiskan dana sekitar Rp 3 miliar untuk penyediaan 108 kerbau persembahan dan ratusan babi. Kerbau yang dipersembahkan termasuk jenis tedong bonga (kerbau belang) dan kerbau baliian yang panjang tanduknya bisa mencapai 2 meter lebih. Harga seekor tedong bonga bisa mencapai Rp 300 juta, sedangkan harga kerbau baliian Rp 150 juta per ekor.

Menurut tokoh masyarakat Toraja, Jacobus Kamarlo Mayongpadang, pesta yang digelar secara jorjoran itu mencerminkan lemahnya kontrol Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Toraja Utara. Peraturan daerah tentang retribusi pemotongan hewan dianggap kurang efektif membatasi jumlah hewan yang dipersembahkan dalam upacara.

Selama ini pelaksana upacara dikenai retribusi Rp 150.000 untuk setiap kerbau dan Rp 50.000 untuk setiap babi persembahan. Yang jelas, penghasilan retribusi tak cukup untuk membenahi infrastruktur desa.

Agar retribusi lebih bermanfaat bagi masyarakat, Pemkab Toraja Utara perlu menaikkan pajak. Jacobus berpendapat, keluarga yang menyembelih lebih dari 30 kerbau, misalnya, bisa dikenai pajak 20-30 persen dari harga total kerbau.

Koordinator Association of the Indonesia Tour and Travel Agencies Wilayah Sulawesi, Nico B Pasaka menuturkan sisi lain: minimnya sarana informasi dan buruknya infrastruktur memengaruhi minat wisatawan ke Toraja. Perjalanan darat dari Makassar ke Toraja sejauh 328 km memakan waktu 12 jam. Lamanya waktu tempuh itu akibat belum rampungnya pelebaran jalan poros Maros-Parepare sepanjang 125 km, yang dimulai pada tahun 2008. Transportasi darat masih menjadi satu-satunya pilihan setelah Dirgantara Air Service (DAS) tak lagi melayani rute Makassar-Toraja sejak Juli 2010.

Kala itu DAS menyediakan pesawat Cassa 212 berkapasitas 24 penumpang, menyesuaikan dengan panjang landasan Bandara Pongtiku Toraja yang tak sampai 1.500 meter. Rencana membangun bandara baru dengan landasan lebih panjang agar bisa didarati pesawat ATR pun masih sebatas wacana.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com