Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beginilah Tradisi Ekstrem di Lembata

Kompas.com - 07/02/2011, 06:21 WIB

KOMPAS.com — Perburuan ikan paus di Desa Lamalera, Kecamatan Wulandoni, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, sudah menjadi tradisi turun-temurun. Tradisi ini telah memperkenalkan penduduk di kaki Gunung Labalekan ke seluruh dunia.

Jika di Kanada, Greenland, atau di sekitar Kutub Selatan ada tradisi berburu anjing laut dan penguin, maka di Indonesia ada tradisi yang lebih ekstrem, yaitu berburu ikan paus. Tradisi ini hanya dilakukan oleh penduduk Desa Lamalera.

Tradisi ini telah berlangsung lama, sejak nenek moyang suku Lamalera menempati tanah Lomblen. Berbagai sumber menyebutkan, tradisi ini sudah ada sejak abad ke-16.

Sebelum berburu paus di lautan lepas, para nelayan Lamalera berdoa bersama kepada Tuhan agar berhasil dalam memburu ikan paus. Dengan doa, ritual adat, dan perlengkapan tradisional, mereka mengarungi lautan untuk menaklukkan "raksasa laut" itu.

Para nelayan tradisional hanya dilengkapi satu-satunya senjata andalan, yakni tombak yang dinamakan tempuling. Senjata tradisional ini berupa sebatang bambu panjang yang di salah satu ujungnya ditancapi besi runcing. Dengan senjata itu, mereka berusaha membunuh ikan paus yang tubuhnya puluhan kali lebih besar dari tubuh manusia.

Betapa kekuatan sepotong besi mampu menaklukkan ikan jenis ini. Karena itu, tak mengherankan arus kunjungan wisatawan ke sana dari tahun ke tahun terus meningkat.

Namun, terkadang para nelayan tradisional mengalami naas. Ikan raksasa yang terluka menyeret perahu para nelayan hingga perairan Australia atau sampai di Kupang, ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur. Ketika ikan itu sudah berhasil ditombaki—ujung tombak yang lain diikat tali yang disambungkan ke perahu—para nelayan mengikuti saja pergerakan ikan sampai ikan melemah dan tak berdaya. Pada saat itu, para nelayan menarik ikan ke pantai Lamalera.

Kadang-kadang pula mereka menjadi korban akibat empasan ekor ikan raksasa itu, yang kaget saat ditombaki. Perahu bisa langsung pecah dengan hanya sekali tebasan ekor paus. Maklum, bentangan sirip ekor ikan itu bahkan lebih lebar dari badan perahu tradisional yang digunakan untuk memburu ikan paus. Tak jarang jatuh korban jiwa.

Jika nelayan jatuh dan tewas saat bertarung melawan ikan paus, kenyataan itu selalu dikaitkan dengan suasana di daratan. Diyakini, sebelum berangkat, korban "belum bersih" dalam arti masih ada silang sengketa di keluarganya, mungkin masih belum berdamai dengan istri dan anak-anaknya jika ada pertengkaran sebelumnya, atau ada pelanggaran adat di kampung. Karena itu, nelayan yang pergi berburu ikan paus harus "bersih diri" dan "bersih rumah".

Perburuan ikan paus biasanya dimulai pada Mei. Perburuan dilakukan menggunakan perahu dari kayu yang disebut paledang. Orang yang bertugas menikam paus disebut lama fa. Ia berdiri di ujung perahu, buritan atau haluan, saat paus yang diburu mulai kelihatan. Lama fa selalu mencari kesempatan untuk menikamkan tempuling ke tubuh ikan paus. Lama fa tidak hanya melemparkan tempuling ke tubuh ikan paus, tetapi juga dapat melompat menuju ikan paus sambil memegang tempuling dan, dengan kekuatan penuh, menghujamkan tempuling ke tubuh ikan paus.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com