Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dulu Alat Perang, Kini Jadi Gelang

Kompas.com - 28/02/2011, 09:24 WIB

KOMPAS.com — Dentuman palu bertalu dan suara gergaji beradu dengan besi. Bunyi-bunyian yang memekakkan dan tak ramah di telinga. Beberapa pria dengan sigap menggergaji sebuah besi berbentuk tabung. Suara yang dikeluarkan begitu mengiris. Desa Daruba, Morotai, Maluku Utara, adalah sentra kerajinan besi putih yang sangat terkenal di kepulauan Maluku, bahkan hingga seantero Nusantara.

Besi putih merupakan gabungan beberapa jenis logam, termasuk logam mulia. Besi putih ini adalah bahan yang digunakan tentara Sekutu dan Jepang pada masa Perang Dunia II untuk peralatan persenjataan. Morotai memang pernah menjadi markas tentara Jepang dan Sekutu. Tak pelak, pada masa Perang Dunia II sebuah pertempuran hebat antara Jepang dan Sekutu terjadi di pulau tersebut. Saat perang berakhir, para tentara membuang perlengkapan senjata ke lautan Morotai. Ada pula yang dikubur di dalam tanah dan dibiarkan begitu saja.

Penduduk Morotai kemudian memanfaatkan besi putih ini untuk berbagai kerajinan. Sebut saja perlengkapan memasak, aksesori, sampai samurai. Salah satu perajin bernama Naji. Pria berusia 58 tahun ini memiliki usaha besi putih secara turun-temurun yang tergabung dalam kelompok Marimoi.

"Awalnya dari orangtua saya, sebelum Perang Dunia II sudah membuat kerajinan aluminium di Galela. Lalu setelah Perang Dunia II baru pindah ke Morotai dan memakai besi putih," kata Naji. Pada usia senjanya, ia tetap menempa besi putih dan membuat berbagai kerajinan. Naji dibantu oleh anak dan beberapa anggota keluarganya.

Ia bercerita, tahun 1981 baru ada 63 perajin. Setelah itu usaha besi putih berkembang dan terbentuk unit-unit kelompok. Kini ada ratusan perajin yang terdiri dari 40 rumah tangga dan 3 usaha berskala besar. Salah satunya adalah Marimoi yang tergolong usaha besi putih pertama di Morotai. Naji tidak hanya memperkerjakan anggota keluarga, tetapi juga banyak anak putus sekolah.

"Kami mengajari anak-anak putus sekolah. Kalau sudah bisa, nanti mereka jadi perajin sendiri," ucapnya.

Ia pun mengatakan, sebenarnya pemerintah daerah telah memberikan berbagai bimbingan usaha. Contohnya, bantuan peralatan mesin las.

"Saya pikir sudah lengkap industri, koperasi, dan perdagangannya. Namun di sini putus, hanya ada pelatihan tetapi belum ada pembinaan untuk pemasaran. Padahal, kami perlu pemasaran yang bagus, tetapi tidak dibina. Masalah lainnya adalah binaan mengenai pajak," tuturnya.

Naji menuturkan, omzet tiga usaha besar besi putih sekitar Rp100 juta per bulan. Harga aksesori pun tergolong murah, sekitar Rp 15.000 sampai Rp 100.000.

Harga samurai bisa mencapai Rp 20 juta. Sementara beberapa pedang juga dijual dengan harga mahal. Apalagi, sarung dan gagang menggunakan kayu hitam eboni dari Morotai. Itu tentu saja menambah eksotisme dan kesan magis benda tersebut. Ia membeli bahan baku dari orang lain yang biasa mengumpulkan besi putih.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com