Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ayo Cari Pedang Jayakarta!

Kompas.com - 10/04/2011, 09:35 WIB

KOMPAS.com - Pedang Pangeran Jayakarta hilang! Kota Batavia pun gempar dan penduduk ketakutan. Konon, pedang yang dianggap jimat itu bisa membawa musibah dan bencana jika tidak segera ditemukan. Kepanikan warga pun berlanjut pada kerusuhan. Kolonial Belanda pun bertindak tegas dan memerintahkan untuk mencari pedang bertuah itu.

Alih-alih menemukan pedang, tentara kolonial menahan beberapa orang yang dicurigai mencuri pedang tersebut. Tak hanya ditahan, mereka pun dihukum gantung. Sementara itu, beberapa orang yang berpengaruh di Kota Batavia memiliki misi yang lain, merebut Pedang Pangeran Jayakarta demi mendapatkan kekuasaan dan kekayaan. Sang bek China, rompak Arab, Marsose Maluku, dan bangsawan Eropa berseteru untuk mendapatkan pedang penolak bala itu.

Kota Batavia di ambang kehancuran dan Anda bisa ikut membantu menemukan kembali Pedang Pangeran Jayakarta. Terdengar seru kisah ala perburuan harta karun tersebut? Mampirlah ke Museum Sejarah Jakarta atau yang akrab disebut sebagai Museum Fatahillah. Sebuah Interactive Animated Performance atau pertunjukan interaktif yang memanfaatkan teknologi digital akan memukau Anda.

Kisah legenda berlatar belakang Batavia di tahun 1880 tersebut dikemas dengan apik dalam "The Mystery of Batavia" yang merupakan diselenggarakan oleh British Council bekerja sama dengan tim kreatif Lopian. Pertunjukan tersebut sekaligus untuk mempromosikan ruang etnografi yang terdapat di Museum Fatahillah.

"Di sana tersimpan mural yang cantik tapi belum rampung. The Mystery of Batavia adalah gabungan story telling, treasure hunt, sejarah, animasi, video, dan teater," kata Director British Council Indonesia, Keith Davis pada saat pembukaan "The Mystery of Batavia". Proyek ini memang tak main-main. Teater Koma digandeng untuk mengisi aspek teater. Sementara ahli animasi dan game dari dalam negeri dan luar negeri pun terlibat.

Uniknya, pengunjung pun berperan serta dalam pertunjukan. Mereka tidak hanya sekadar menonton tapi ikut berinteraksi dalam permainan The Magic Torch Game. Dengan senter khusus, pengunjung akan mencari di antara para penghuni Batavia yang ada di dalam mural, di manakah pedang Jayakarta tersebut disembunyikan. Para pengunjung akan dibawa ke Ruang Etnografi. Kemudian pengunjung beranjak ke ruangan pementasan dan dijamu bak sedang berada di pesta pejabat Batavia. Di tengah pesta itulah, tersiar kabar bahwa pedang Jayakarta hilang.

Ruang Etnografi sendiri merupakan sebuah ruangan dengan dinding mural yang mengambarkan suasana kota Batavia di akhir abad ke-19. Penduduk yang ditampilkan pun dalam lukisan tersebut multi etnis dan menampilkan kehidupan pada masa kolonial Belanda. Menurut Kepala Unit Pelaksana Teknis Kotatua Jakarta Candrian Attahiyyat, mural tersebut merupakan karya mendiang pelukis Harijadi Sumodidjojo.

"Mural dilukis di tahun 1974 oleh Pak Harijadi, pelukis Indonesia. Karena ada permintaan gubernur waktu itu untuk mengambarkan suasana Jakarta di akhir abad 19," jelasnya. Sayang, mural tersebut tidak rampung. Beberapa gambar yang terletak di bagian tengah dan atas dinding masih berupa sketsa ataupun gambar yang belum selesai diwarnai.

"Tadinya semua mau diwarnai tapi ada masalah teknis jadi tidak diteruskan," ungkap Candrian. Ia menuturkan, anak dari Harijadi berminat untuk melanjutkan mural tersebut. Namun, belum ada pembicaan lebih lanjut mengenai rencana itu.

Ia menuturkan salah satu hal yang menarik dari mural tersebut adalah ukurannya yang mencapai 200 meter persegi. Tak heran, lanjut Candrian, mural itu disebut-sebut sebagai lukisan dinding di ruangan tertutup terbesar di Jakarta. Kendala utama memang masalah perawatan lukisan. Kelembaban dan dinding terkelupas menjadi musuh utama.

Namun Candrian mengakui semakin banyak pengunjung yang datang ke museum untuk melihat mural dan mengetahui lebih banyak tentang mural tersebut. Candrian mengatakan sebelumnya tak banyak orang yang tahu keberadaan mural dan Ruang Etnografi.

Pentas "The Mystery of Batavia" tersebut berlangsung selama tiga bulan yaitu 13 Maret-15 Mei 2011. Anda bisa menyaksikannya pada setiap hari Sabtu pada jam 16.00-20.00. Serta di hari Minggu pada jam 10.00-14.00. Pertunjukan tidak dipungut bayaran. Cukup membayar tiket masuk ke dalam museum sebesar dua ribu rupiah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com