Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ah... Goa Perawan Batu Cermin

Kompas.com - 29/04/2011, 10:11 WIB

KOMPAS.com - Bangun pagi-pagi untuk penerbangan dari Bali menuju Labuan Bajo terbayar sudah. Begitu turun pesawat di Bandara Komodo, sebuah mobil mengantarkan saya dan rombongan menuju goa perawan yang dikenal dengan sebutan Batu Cermin. Cantik, elok dan menawan. Saat itu saya mengantar rombongan wartawan asal Rusia untuk mengenal objek wisata di Indonesia.

Sebenarnya saya cukup sangsi atas keperawanan gua ini, atau setidaknya cukup ragu. Maklum, goa ini tidak pernah mampir di telinga saya. Hanya kepercayaan terhadap pemandu wisata saja yang membuat kaki ini melangkah pasti. Dan, hanya fakta yang akhirnya berbicara.

Ya, mungkin karena masih perawan maka perjalanan dari Bandara Komodo di Labuan Bajo ditempuh dengan tiga cara: melalui jalan aspal, jalan makadam dan menembus ‘hutan’ bambu. Mobil saya mula-mula bisa meluncur lancar selama 15 menit, tapi begitu belok ke kiri, maka terasa goyangannya. Ini pasti karena ban tidak menginjak aspal dan digantikan dengan bebatuan. Hmmmm, lumayan juga seperti diayun-ayun.

Begitu tiba di depan sebuah pos jaga, semua penumpang harus turun. Seorang pemandu goa keluar dari markasnya dan meminta semua beban yang ditinggalkan di mobil. “Kita harus jalan kaki 20 menit sebelum masuk ke goa. Sebaiknya barang tidak dibawa karena goa ini lorongnya sangat sempit,” ujarnya dengan bahasa Inggris cukup lancar.

Yes, benar saja. Saya bersama rombongan wartawan yang datang dari negeri Beruang Putih segera menembus jalan setapak. Meskipun sudah lumayan licin namun disana sini masih ada kubangan air. Ini membuat pejalan kaki harus ekstra hati-hati. Uniknya, sepanjang perjalanan terasa rindang meskipun rasa terik wilayah Nusa Tenggara Timur masih saja menyelinap ke dalam badan di bulan April ini. Maklumlah, pohon bambu tumbuh dimana-mana dan ujungnya bersalaman satu dengan lainnya di udara sehingga menyerupai sebuah lorong-lorong alami nan asri.

Begitu menyembul dari hutan bambu, sebuah bukit batu terlihat dengan gagahnya. Bebatuan yang maha besar berwarna hitam itu seolah ditumpuk sedemikian rupa dimana bagian-bagian pinggirnya terkesan hanya menempel dan mudah jatuh menggelinding. Uniknya, terdapat akar pohon beringin yang melilit kesana kemari dan seolah menjadi tali pengikat. Jujur saja, ada sedikit rasa takut dan khawatir.

Untuk mencapai pintu gerbang gua, para pelancong harus menaiki bebatuan yang dijadikan tangga pada kisaran 25-30 meter. Gerbangnya berada di belakang batu besar sehingga tidak kelihatan dari bagian depan. Suasana seram diantara bebatuan besar sudah merasuk dalam sanubari ditengah-tengah temaramnya sang mentari yang tertutup lempengan goa.

Goa Tua Penuh Misteri

Mencium bibir goa ini saja sudah cukup memacu adrenalin. Bagaimana tidak, persis di depan pintu masuk pengunjung dihadapkan dengan stalaktik dan stalakmit dengan panjang 50-an meter yang persis berdiri di atas kepala. Bisa jadi beratnya ribuan ton. Uh..bila batu tua itu ambruk, dijamin semua kita menjadi ‘wassalam’. Agak menyeramkan memang, apalagi tidak ada pengunjung lain selain kelompok saya.

Nah, memasuki gua dalam kegelapan juga terasa aneh. Apalagi, begitu melewati pintu gerbang, setiap pengunjung harus berjongkok ria karena lobang yang amat sempit. Lebar 60 cm dan tinggi tidak lebih satu meter. Tidak hanya itu, bebatuan yang kita injak juga masih asri dan runcing disana-sini, sehingga memerlukan kehati-hatian yang ekstra. “Awas injak dengan benar,” teriak satu dan lainnya seru.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com